Rabu 19 Nov 2025 17:57 WIB

BI Rate Sudah Dipangkas 125 Bps Sejak Awal 2025, Suku Bunga Kredit Baru Turun 20 Bps

Perry mengatakan penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat.

Rep: Eva Rianti/ Red: Ahmad Fikri Noor
Tangkapan layar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.
Foto: Eva Rianti/Republika
Tangkapan layar Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) telah menurunkan suku bunga acuan/BI Rate sebesar 125 basis poin (bps) sepanjang tahun 2025. Gubernur BI Perry Warjiyo mengungkapkan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan telah memberi dampak di pasar uang, namun masih sangat minim pada suku bunga deposito dan kredit perbankan.

Perry menerangkan seiring dengan penurunan BI Rate sebesar 125 bps dan ekspansi likuiditas moneter BI, suku bunga INDONIA turun sebesar 203 bps dari 6,03 persen pada awal 2025 menjadi 4 persen pada 18 November 2025.

Baca Juga

Suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga menurun masing-masing sebesar 254 bps, 256 bps, dan 257 bps sejak awal 2025 menjadi 4,62 persen, 4,65 persen, dan 4,69 persen pada 14 November 2025.

Kemudian, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) untuk tenor 2 tahun menurun sebesar 226 bps dari 6,96 persen pada awal 2025 menjadi 4,7 persen pada 18 November 2025. Sementara tenor 10 tahun menurun sebesar 113 bps dari tingkat tertinggi 7,26 persen pada pertengahan Januari 2025 menjadi 6,13 persen.

Namun demikian, Perry mengatakan penurunan suku bunga perbankan masih berjalan lambat sehingga perlu dipercepat. Dibandingkan dengan penurunan BI Rate sebesar 125 bps, suku bunga deposito 1 bulan hanya turun sebesar 56 bps dari 4,81 persen pada awal 2025 menjadi 4,25 persen pada Oktober 2025, terutama dipengaruhi oleh pemberian special rate kepada deposan besar yang mencapai 27 persen dari total DPK bank.

“Penurunan suku bunga kredit perbankan bahkan berjalan lebih lambat, yaitu sebesar 20 bps dari 9,2 persen pada awal 2025 menjadi sebesar 9 persen pada Oktober 2025,” ungkap Perry dalam RDG Bulan November 2025 yang digelar secara daring, Rabu (19/11/2025).

Perry menerangkan melambatnya penurunan suku bunga deposito antara lain dipengaruhi oleh keberadaan special rate kepada deposan besar. Ia memastikan persoalan itu dibahas bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk meminta para deposan besar menurunkan permintaan special rate. Ia menyebut special rate sebenarnya sudah turun, tetapi masih perlu diturunkan kembali.

“Kalau suku bunga deposito sudah turun, maka suku bunga kredit juga bisa turun. Tetapi penurunan suku bunga kredit tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga deposito, tetapi juga biaya overhead dan marjin untuk risiko. Itu yang terus kami dorong koordinasi dengan KSSK,” kata Perry.

Oleh sebab itu, ia menjelaskan fokus efektivitas pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial antara lain mendorong efektivitas transmisi suku bunga, khususnya suku bunga deposito dan suku bunga kredit agar turun lebih cepat.

Selain itu, efektivitas penambahan likuiditas kepada perbankan juga terus dilakukan agar perbankan lebih banyak menyalurkannya ke sektor riil. Tambahan likuiditas dari BI berupa penurunan jumlah SRBI sekitar Rp 200 triliun, pembelian SBN dari pasar sekunder, serta insentif likuiditas makroprudensial.

“Likuiditasnya kita sudah ekspansi dari moneter dan makroprudensial, ditambah lagi Pak Menteri Keuangan menambah likuiditas dari SAL yang semula di rekening pemerintah dipindahkan ke bank,” jelasnya.

Perry melanjutkan dari sisi penawaran kredit, seiring likuiditas yang sudah berlebih semestinya suku bunga perlu cepat turun, baik suku bunga deposito maupun kredit. Dengan demikian, perbankan terdorong menambah suplai penawaran kredit ke sektor riil.

“Langkah selanjutnya, koordinasi fiskal-moneter menjadi penting, bagaimana mendorong permintaan kredit dari sektor riil dan bagaimana menurunkan undisbursed loan,” ujarnya.

Persoalan tersebut dibahas BI bersama Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang diwakili Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono dalam RDG November 2025. Mulai RDG November ini, Menkeu dilibatkan dalam rapat bersama Dewan Gubernur BI. Pada RDG perdana ini, Purbaya diwakili Thomas.

“Itulah koordinasi dengan Menkeu, lewat Wamenkeu Thomas bahwa pemerintah mempercepat ekspansi pengeluaran pemerintah, tidak hanya K/L tetapi tambahan program perlindungan sosial dengan ekspansi fiskal, diharapkan konsumsi masyarakat meningkat, investasi dunia usaha dan produksi dunia usaha meningkat. Sehingga meningkatkan permintaan kredit dari sektor riil, dan diharapkan penyaluran kredit dari perbankan bisa meningkat ke depannya,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement