REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rektor IPB University, Arif Satria menegaskan, penggunaan teknologi digital dalam sektor pertanian menjadi jawaban saat on untuk bisa memperkuat mitigasi terhadap ancaman krisis pangan nasional.
Anaman terhadap pangan bisa datang dari masalah krisis iklim, kekeringan maupun kebakaran hutan. Memasuki era yang serba digital, ia menilai budidaya pertanian dengan intervensi teknologi digital bisa memproyeksi faktor-faktor utama yang dapat memicu krisis pangan.
"Kita bisa deteksi risiko-risiko apa yang akan muncul di sekitar kita dengan teknologi 4.0. Kami mendorong pelaku usaha di sektor pertanian untuk dapat mempercepat adaptasi teknologi sehingga kita bisa survive," kata Arif dalam webinar Propaktani, Selasa (23/11).
Arif mengatakan, sektor pangan yang menjadi bagian dari pertanian berperan penting dalam menopang krisis ekonomi dunia saat ini. Sebab, meski dihantam pandemi geliat usaha pertanian tetap mampu menjaga kelangsungan ekonomi Indonesia, penyerapan lapangan kerja, hingga menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Hal itu lantaran kebutuhan pangan yang tidak pernah putus dan terus meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Karenanya, ke depan, berbagai ancaman yang bisa menghambat kegiatan pertanian sebagai penghasil pangan harus dapat dimitigasi dengan cepat dan tepat.
"Bencana yang bisa datang ini harus bisa respons dengan efektif. IPB juga sudah memiliki pusat studi bencana yang memiliki kekhasan dalam masalah ini," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya kesiapan sektor pertanian ditengah kuatnya perubahan iklim global.
Ia menuturkan, saat ini banyak negara yang yang saat ini tengah mengalami kesulitan dalam hal produksi pangan. Namun di Indonesia sektor pertanian justru menunjukkan kinerja yang baik.
“Seluruh dunia saat ini sedang menghadapi masalah. Namun Indonesia termasuk 11 negara yang mampu bertahan menghadapi Covid-19, saya tidak pernah mendengar ada masalah ketahanan pangan, bahkan kita mampu ekspor," kata dia.
Menurutnya, antisipasi dini terhadap iklim ektrim telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui berbagai upaya. Langkah antisipasi dini yang dilakukan oleh Kementan untuk memitigasi dampak perubahan iklim khususnya terhadap La Nina, salah satunya adalah membuat srategi brigade La Nina.
Ia juga mengungkapkan pentingnya membangun sistem online early warning system dan melakukan koordinasi dengan BMKG untuk memetakan wilayah langganan yang berpotensi mengalami dampak iklim ekstrim serta hama penyakit.
“Agar produktivitas tidak bermasalah, kita perlu menampung air ketika sedang mengalami curah hujan tinggi seperti yang sedangf terjadi saat ini. Jangan biarkan air hujan terbuang percuma sampai di laut. Untuk itu kita harus memperbanyak embung disetiap daerah untuk menampung air hujan guna menghadapi kemarau panjang sesudah ini, “ ujarnya.
Langkah selanjutnya menurutnya adalah menciptakan varietas yang toleran terhadap perubahan cuaca ekstrim. "Sehingga kita dapat menggunakan benih unggul yang tahan kekringan saat kemarau dan tahan genangan saat musim hujan," tutur dia.