REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PP Presisi menargetkan perolehan kontrak baru sebesar Rp 5,5 triliun sampai Rp 6 triliun pada tahun depan. Adapun kontrak-kontrak baru tersebut akan berasal dari beberapa proyek jasa tambang maupun infrastruktur yang sedang dikerjakan perseroan.
Direktur Keuangan PP Presisi Benny Pidakso mengatakan pada Oktober 2021 perolehan kontrak baru sebesar Rp 4,8 triliun atau naik 129 persen dibandingkan periode yang sama 2020 sebesar Rp 2,1 triliun. "Kami tetap optimistis tahun depan perusahaan akan bisa memperoleh kontrak baru hingga Rp 6 triliun," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (11/11).
Menurutnya pada tahun ini perseroan juga menargetkan pendapatan sebesar Rp 3,14 triliun atau naik 34 persen dari perolehan pada 2020 sebesar Rp2,3 triliun. Adapun net profit juga diperkirakan sebesar Rp 147 miliar atau naik 28 persen dibanding tahun lalu sebesar Rp 115,9 miliar.
Dari sisi EBITDA, proyeksi perseroan naik empat persen menjadi Rp 940 miliar hingga akhir 2021, dibandingkan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp 906,04 miliar.
Ke depan menurutnya perseroan memfokuskan pengembangan jasa pertambangan sebagai sumber recurring income. Hal ini sejalan peningkatan harga nikel yang didorong oleh permintaan bahan baku baterai.
“Ditandai oleh pembangunan smelter & pabrik pembuatan baterai, serta kinerja lini bisnis jasa pertambangan yang cukup menggembirakan dalam waktu yang relatif singkat, termasuk mendapat kepercayaan dari salah satu tambang nikel terbesar di Indonesia, mendorong kami semakin fokus mengembangkan jasa pertambangan sebagai sumber recurring income,” ucapnya.
Sementara itu Direktur Utama PP Presisi Rully Noviandar menambahkan perseroan menargetkan jasa pertambangan akan memberikan kontribusi sebesar 50 persen terbesar di antara lini bisnis lainnya pada 2025. “Untuk mencapai tujuan tersebut, kami telah menyusun winning target 2022 melalui strategi optimalisasi alat berat, peningkatan kapasitas keuangan, peningkatan kapabilitas SDM, penerapan centralize SCM, dukungan IT & equipment technology, dan peningkatan tata kelola perusahaan, sehingga jasa pertambangan yang terintegrasi dapat segera terwujud yang akan memberikan better profit, stakeholder value added dan better cashflow,” ucapnya.
Menurutnya perseroan menganggarkan belanja modal sebesar Rp 500 miliar, yang sebagian besar dialokasikan sebagai capex expanding untuk mining services pada tahun depan untuk menambah jumlah fleet yang dibutuhkan seiring dengan penambahan kontrak baru.
“Untuk membiayai capex (belanja modal) tersebut, kami merencanakan untuk mengeluarkan obligasi pada kuartal kedua 2022”, ucapnya.