Sabtu 15 Nov 2025 22:42 WIB

Redenominasi Rupiah, Purbaya's Effect, dan Strategi Berantas Korupsi

Ada pandangan redenominasi rupiah sebagai cara untuk memberantas korupsi.

Rep: Eva Rianti/ Red: Andri Saubani
Petugas melayani penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jakarta, Senin (20/11/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.445 per dolar AS pada hari ini. Mata uang Rupiah menguat 47,5 poin atau 0,31 persen dari perdagangan sebelumnya.
Foto: Republika/Prayogi
Petugas melayani penukaran uang dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Jakarta, Senin (20/11/2023). Nilai tukar rupiah ditutup di level Rp15.445 per dolar AS pada hari ini. Mata uang Rupiah menguat 47,5 poin atau 0,31 persen dari perdagangan sebelumnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Isu redenominasi rupiah tengah didengungkan di tengah-tengah masyarakat, dan memunculkan banyak pertentangan karena dinilai tidak krusial di tengah kondisi ekonomi Indonesia yang belum stabil. Namun, ada pandangan lain yang menganggap redenominasi rupiah adalah hal yang positif sebagai cara untuk memberantas praktik korupsi. Bagaimana relasinya?

Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menjelaskan, persoalan redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah telah digulirkan sejak tahun 2010. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di level sekitar Rp9.000-an per dolar AS.

Baca Juga

Pada saat itu, Bank Indonesia (BI) amat getol untuk melakukan pemangkasan nominal rupiah karena seiring berjalannya waktu nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan yang cukup signifikan. Baik terhadap dolar AS, ringgit Malaysia, maupun terhadap dolar Singapura.

Kondisi itulah yang membuat wacana redenominasi terus bergulir. BI, baik di pusat maupun daerah, terus menyosialisasikan redenominasi. Media-media arus utama pun, mulai dari televisi, online, hingga radio terus mengangkat isu tersebut. Bahkan, menurut penuturan Ibrahim, masyarakat di tingkat atas hingga bawah, juga sudah mengenal redenominasi.

Lebih lanjut, draf Rancangan Undang-Undang Redenominasi sebenarnya sudah dibuat sejak 2010 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Sudah pula masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (prolegnas), namun tidak menjadi prioritas.

Lantas, di era Presiden Joko Widodo pada medio 2014—2024, wacana untuk redenominasi terus bergulir, seiring dengan terus melemahnya nilai tukar Mata Uang Garuda, hingga menyentuh level Rp 16.000 per dolar AS. Pada saat itu, para anggota dewan banyak yang menentang redenominasi karena menilai bahwa kondisi ekonomi belum memungkinan untuk melakukannya.

Kemudian, di era Presiden Prabowo Subianto, atau pada saat ini, Ibrahim melihat ada satu isu yang sangat menjadi sorotan yakni soal masih masif dan maraknya praktik korupsi. Prabowo selalu mendengungkan tentang korupsi, bahwa uang negara habis dimaling, dan meminta para koruptor untuk mengembalikan dananya dan bertaubat.

“Rupanya pernyataan-pernyataan Prabowo itu tidak didengar oleh para koruptor, sehingga muncullah redenominasi. Sebenarnya tujuannya adalah agar para koruptor yang menyimpan dana, dana itu nantinya dikeluarkan, karena memang susah. Cara satu-satunya agar para ‘penimpun uang’ (mengeluarkan dananya) adalah ditukarkan dengan mata uang yang terbaru,” ungkap Ibrahim dalam keterangannya, Sabtu (15/11/2025).

Ibrahim menekankan, keinginan Prabowo dalam upaya memberantas korupsi memiliki kaitan dengan langkah merealisasikan redenominasi rupiah. Lantas, ketika Menteri Keuangan baru Purbaya Yudhi Sadewa muncul sebagai bendahara negara baru menggantikan Sri Mulyani, ia menjadi pejabat yang menyuarakan isu tersebut hingga mendapatkan perhatian luas dari publik, di tengah kepopulerannya yang sedang naik daun.

“Di tahun 2025 ini kenapa Menteri Keuangan menggulirkan tentang redenominasi? Ya karena sebenarnya draf RUU Redenominasi sudah ada di masa pemerintahan sebelumnya, tinggal pas pada saat melehit nama Purbaya, ini dimanfaatkan oleh Purbaya adalah untuk membahas redenominasi. Kenapa? Ya karena Menteri Keuangan pun juga mungkin sangat sulit sekali untuk memberantas korupsi yang begitu masif di Indonesia. Karena satu-satunya cara adalah redenominasi,” terangnya.

Ibrahim mengatakan, hal yang wajar jika Menteri Keuangan mendengungkan persoalan redenominasi rupiah saat ini. Mengingat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga saat ini terus mengalami pelemahan, berada di level Rp16.700 per dolar AS. Sudah melonjak sangat tinggi dibandingkan posisi rupiah saat isu redenominasi mulai digulirkan pada 2010 di sekitar Rp9.000 per dolar AS.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement