REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi XI DPR mengungkapkan kekhawatiran terhadap usulan pemerintah mengenai rancangan undang-undang Omnibus Law Sektor Keuangan. Hal ini mengingat beleid terbaru tersebut masuk ke dalam keranjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021, yang akan merevisi sejumlah undang-undang terkait sektor keuangan seperti dari UU Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Anggota Komisi XI DPR Muhammad Misbakhun mengatakan, keberadaan RUU tersebut berpotensi menggoyang independensi OJK dan BI. “Apakah kemudian kalau ada pengawas perbankan OJK lalu pemerintah ikut aktif, apakah independensi terganggu? Kemudian kalau ada pengawas pemerintah di BI apakah independensinya terganggu?" ujarnya, Selasa (30/3).
Menurutnya, kebijakan mengubah undang-undang yang notabene merupakan landasan sistem keuangan, sebuah langkah yang tergesa-gesa. Padahal saat ini kekuatan lembaga-lembaga sektor keuangan masih terbilang cukup bagus, terbukti dengan tak terlalu dalamnya kontraksi ekonomi.
Atas dasar itu, dia meminta pemerintah lebih hati-hati mengambil kebijakan. Politikus Partai Golkar itu memahami, pemerintah sejatinya berupaya mengeluarkan ekonomi dari tekanan pandemi tapi bukan berarti harus mengambil tergesa-gesa mengambil kebijakan.
"Sekarang permasalahan bagaimana dengan independensi, ini yang menjadi pertanyaan independensi ini yang menjadi kunci kepercayaan dunia terhadap negara. Kemudian pengawasan independen atau tidak, kalau tidak apakah investor akan masuk?" ucapnya.
"Kalau kita menghadapi krisis yang berat kemudian kita mau mengubah total, totalnya seperti apa, ini yang menurut saya kita harus hati-hati titik mana harus kita ubah. Kita sudah punya KSSK, kalau ini yang sudah ada sangat kuat peran dan tanggung jawab masing-masing lembaga, sebenarnya ini kan bisa membicarakan apa yang kurang," ucapnya.