REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatakan, masih ada defisit Rp 6,36 triliun untuk kondisi keuangan menyeluruh. Hal tersebut diungkapkan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Jakarta, Rabu (17/3).
"Sekarang aset netto per 31 Desember 2020 dana jaminan sosial kesehatan masih minus Rp 6,36 triliun. Jadi kalau arus kas uangnya yang ada sekitar Rp 18,74 triliun tapi ini belum membayar kewajiban seperti IBNR," kata Ali Ghufron.
Rapat kerja itu juga dilakukan bersama Menteri Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Dewan Pengawas (Dewas) BPJS. BPJS Kesehatan memang mengalami surplus Rp 18,74 trilun di arus kas.
Namun, masih ada total kewajiban yang harus dibayar yakni Rp 25,15 triliun yang terdiri atas incurred but not reported (IBNR), klaim dalam proses verifikasi atau outstanding claim (OSC), dan utang atau klaim dalam proses bayar. Jika antara saldo kas dan kewajiban dijalankan, maka BPJS Kesehatan masih defisit Rp 6,36 triliun.
"Seharusnya dalam kondisi normal atau aman, harus punya aset neto Rp 13,93 triliun," ujar Ali.
Incurred but not reported (IBNR) merupakan klaim yang sudah terjadi namun belum ditagihkan fasilitas kesehatan. Dengan demikian, aset bersih masih negatif atau defisit Rp 6,36 triliun sehingga kondisi keuangan dana jaminan sosial belum 'sehat' sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015.
Baca juga : Sepeda Nonlipat Diizinkan Masuk MRT Mulai 24 Maret
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan, kondisi keuangan dana jaminan sosial kesehatan bisa dikatakan aman jika memiliki aset yang mencukupi estimasi pembayaran klaim 1,5 bulan ke depan atau sekitar Rp 13,93 triliun.
Jika ada aset netto Rp 13,93 triliun, maka dana jaminan sosial kesehatan bisa dipersepsikan aman. Namun, sekarang BPJS Kesehatan masih defisit Rp 6,36 triliun.
Dirut BPJS mengatakan, terjadi gagal bayar pada 2019 sampai sebesar Rp 15,508 triliun. Pada Januari-Juni 2020 masih terjadi gagal bayar.
Namun, mulai Juli 2020 dan seterusnya, tidak terjadi gagal bayar."Tahun-tahun sebelumnya memang terjadi gagal bayar di BPJS Kesehatan, artinya sudah waktunya rumah sakit itu klaim dan sudah beres klaimnya itu kita belum bisa bayar jadi gagal bayar," ujar Ali.