REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mencatatkan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sebesar Rp 45,7 triliun per 31 Januari 2021. Adapun realisasi ini setara 0,26 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Per Januari 2021 pendapatan negara sebesar Rp 100,1 triliun atau tumbuh negatif 4,8 persen, bersumber dari penerimaan pajak sebesar Rp 68,5 triliun, kepabean dan cukai sebesar Rp 12,5 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 19,1 triliun, dan hibah nol.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan hasil ini karena APBN instrumen fiskal melakukan akselerasi pemulihan. "Mungkin pendapatan negara secara keseluruhan relatif comparable meski komposisinya berbeda karena kenaikan atau penerimaan Januari ini selain pajak Rp 68,5 triliun, cukai kita terjadi lonjakan Rp 12,5 triliun," ujarnya saat konferensi pers virtual APBN KiTa, Selasa (23/2).
Kemudian per Januari 2021 belanja negara sebesar Rp 145,8 triliun atau meningkat 4,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 139,9 triliun. Adapun belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp 94,7 triliun atau naik 32,4 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 71,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar Rp 50,3 triliun serta dana desa sebesar Rp 800 miliar.
“Belanjanya semua positif growth dibandingkan Januari tahun lalu. Daya dorong dari belanja pada Januari termasuk belanja kementerian/lembaga yang melonjak Rp 48 triliun dibandingkan tahun lalu hanya Rp 30,9 triliun atau naik 55,6 persen,” jelasnya.
Sri Mulyani menyebut saat ini pemerintah masih memiliki sisa lebih anggaran (SILPA) sebesar Rp 120,2 triliun. Dari sisi lain, pembiayaan anggaran telah mencapai Rp165,9 triliun atau 16,5 persen dari target dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.006,4 triliun.