REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dari krisis-krisis sebelumnya, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat terdampak pandemi Covid-19 saat ini. Meskipun ada bantuan pemerintah, segmen usaha ini masih sulit bertahan karena bentuk bantuan yang tidak tepat dan jumlah pelaku usaha yang banyak yakni 64 juta unit.
Menurut UNDP Indonesia Country Economist, Rima Prama Artha, selama pandemi, mayoritas UMKM mendapatkan dampak negatif dari sisi penjualan, aset, dan pengurangan jumlah karyawan.
Berdasarkan hasil survei UNDP Indonesia, yang dilakukan terhadap sebanyak 1100 UMKM di 15 provinsi, dengan 60 persen di Jawa dan 40 persen di luar Jawa, sebanyak 45 persen pelaku usaha kesulitan mendapatkan bahan baku produksi. Selain juga adanya kenaikan harga bahan baku tersebut.
Pelaku UMKM juga mengalami kesulitan dalam mendistribusikan produk-produk mereka karena Covid-19. Sehingga pelaku UMKM terpaksa harus merumahkan karyawan yang berakibat pada kurangnya SDM.
"Sekitar 2/3 (responden UMKM) meraih sedikit pendapatan, sedangkan 80 persen hanya mendapatkan margin profit yang rendah, dan sebanyak 53 persen mengalami penurunan aset," ujar Rima dalam webinar Covid-19's Impact on Indonesian MSMEs, Kamis (21/1).
Berbagai strategi telah dilakukan para pelaku UMKM untuk dapat bertahan, salah satunya dengan beralih dari toko fisik ke marketplace. Sebanyak 44 persen dari UMKM yang disurvei telah bergabung dengan marketplace seperti Tokopedia, Shopee, dan lainnya, selama pandemi.
Menariknya, pelaku usaha perempuan lebih mungkin untuk menyiapkan strategi penjualan dan pemasaran (85,1 persen) dibandingkan dengan pelaku usaha laki-laki (79,7 persen).
Menurut Rima, mereka dapat bertahan di masa pandemi karena rencana promosi dan pemilihan produksi. Selain itu, banyak yang bergantung pada media sosial untuk pemasaran produk.