REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan akan membangun 500 unit smart green house untuk tanaman hortikultura di seluruh Indonesia. Lokasi pembangunan akan dilakukan di institusi pendidikan yang berada di bawah Kementan.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan, Sarwo Edhy, mengatakan pembangunan dilakukan di area kampus karena sekaligus digunakan untuk tempat pendidikan dan latihan para mahasiswa. Namun, operasional smart green house sekaligus ditujukan untuk kegiatan bisnis yang dikerjasamakan dengan perusahaan penyerap hasil panen.
"Ini supaya mereka bisa tahu teknologi modern seperti apa, bisa panen dan tanam setiap saat dan setelah lulus diharapkan bisa melakukan usaha ini," kata Sarwo saat ditemui di kampus Politeknik Pembangunan Pertanian Bogor, Senin (14/12).
Saat ini, Kementan telah membangun enam unit smart green house dengan biaya per unit sebesar Rp 500 juta. Sumber dana menggunakan APBN dan akan kembali dialokasikan untuk tahun depan. Ia mengakui, investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu unit smart green house sangat mahal, namun hasil pendapatan yang diperoleh juga tinggi karena proses budidaya tanaman yang optimal.
"Konsep ini sudah ada yang mengembangkan di Lembang, Jawa Barat, dan terbukti bisa mendapatkan untung bersih 200 juta per bulan," ujarnya.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Kementan, Dedi Nursyamsi mengatakan, smart green house tersebut merupakan salah satu implementasi dari smart agriculture yang sedang dibangun oleh pemerintah.
Ia menuturkan, dengan sistem komputerisasi, produktivitas tanaman hortikultura dapat diperoleh dengan maksimal. Sebab, faktor mikroklimat yang terdiri dari suhu, kelembaban, cahaya, dan nutrisi dikendalikan secara optimal dan dijaga dalam level yang ideal.
"Misalnya, untuk hortikultura suhu optimal adalah 15-20 derajat celcius. Ketika suhu di dalam greenhouse kurang atau melebihi itu, sensor yang dipasang akan mengirim pesan untuk menggerakkan blower dan cooling pen. Begitu juga untuk unsur mikroklimat lainnya," kata Dedi.
Dedi mengatakan, saat ini Kementan telah membangun enam unit smart green house yang dibangun di wilayah kampus Polbangtan. Sebab, sekaligus dijadikan sebagai tempat belajar para mahasiswa yang dididik untuk menjadi petani muda pada saat lulus.
Namun, hasil dari budidaya dalam smart green house tersebut juga dipasarkan kepada perusahaan penyerapn dengan sistem kontrak. Adapun perusahaan yang telah menjalin kontrak yakni PT Paskomnas untuk komoditas selada dan melon sedangkan PT Agrifarm khusus pakcoy.
"Pola smart green house ini akan menjamin kontinuitas, kualitas, dan tentunya produktivitas tanaman sehingga hasilnya bisa diatur sesuai permintaan off taker (perusahaan penyerap)," ujarnya.
Dedi mengatakan, smart green house ke depan terus diarahkan untuk diadopsi oleh para petani milenial yang berkorporasi sehingga tenaga dan modal bisa mencukupi. Selain itu, keahlian dalam bidang komputerisasi juga harus dimiliki agar dapat mengendalikan sistem dengan tepat.