REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai dengan akhir Agustus mengalami defisit Rp 500,5 triliun atau setara dengan 3,05 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Realisasi ini 48,2 persen dari target yang tertuang dalam APBN 2020, yakni Rp 1.039 triliun atau sekitar 6,34 persen terhadap PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, realisasi defisit tersebut sangat besar dibandingkan tahun lalu yang hanya Rp 197,9 triliun. Peningkatan belanja untuk penanganan Covid-19 yang diiringi dengan tekanan terhadap penerimaan perpajakan menjadi faktor utama pertumbuhan defisit yang mencapai 152 persen pada tahun ini.
Sri mengatakan, pemerintah tetap harus menjaga kondisi APBN di tengah tekanan pandami Covid-19. "Kita tetap harus hati-hati," tuturnya, dalam konferensi pers Kinerja APBN secara virtual, Selasa (22/9).
Lebih rinci, pendapatan negara sampai dengan akhir Agustus sudah mencapai Rp 1.034,1 triliun atau 60,8 persen dari target. Realisasi ini tumbuh negatif 13,1 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Di sisi lain, Sri mengatakan, belanja pemerintah mengalami akselerasi 10,6 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp 1.534,7 triliun. angka ini 56,0 persen dari target di APBN 2020, yaitu Rp 2.879 triliun.
Pertumbuhan belanja negara terutama dikarenakan adanya peningkatan 22,4 persen pada belanja non kementerian/ lembaga. Sampai dengan akhir Agustus, besarannya mencapai Rp 460,1 triliun. "Artinya, berbagai tindakan untuk akselerasi belanja dalam rangka meminimalkan dampak Covid-19 sudah mulai terlihat di Agustus ini," tutur Sri.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memastikan, akselerasi belanja pemerintah akan terus dilakukan pada September maupun sampai akhir tahun. Dorongan ini diharapkan mampu menyumbang pertumbuhan positif pada pertumbuhan ekonomi di saat konsumsi, investasi dan ekspor mengalami pelemahan.
Akselerasi juga terlihat pada transfer ke daerah dan dana desa. Per 31 Agustus 2020, nilainya mencapai Rp 504,7 triliun, tumbuh lima persen dari realisasi tahun lalu. Pertumbuhan signifikan terjadi pada penyaluran dana desa, yaitu Rp 52,7 triliun, naik 41 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Sri berharap, pertumbuhan belanja pemerintah pusat untuk pemerintah daerah ini dapat memberikan ketahanan pada masyarakat desa. "Belanja non K/L yang berhubungan dengan bansos pun juga diharapkan bisa memberikan ketahanan ke seluruh masyarakat yang sekarang menghadapi tekanan berat akibat Covid-19," ucapnya.