REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penerimaan pajak hingga akhir Mei mengalami kontraksi 10,8 persen dibandingkan tahun lalu, menjadi Rp 444,6 triliun. Kinerja ini lebih buruk dibandingkan periode Januari-April 2020 yang tumbuh negatif 3,09 persen.
Hampir seluruh jenis pajak mengalami kontraksi cukup dalam. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, perlambatan kegiatan ekonomi akibat pandemi Covid-19 dan pemanfaatan insentif fiskal dalam rangka pemulihan ekonomi ekonomi nasional menjadi faktor penyebabnya.
"Tekanan dialami oleh semua kegiatan ekonomi," ucapnya dalam konferensi pers Kinerja APBN Kita, Selasa (16/6).
Pandemi Covid-19 memukul dunia usaha dari sisi persediaan maupun permintaan. Pembatasan kegiatan ekonomi menyebabkan pasokan bahan baku impor dan produksi di dalam negeri menjadi terbatas. Di sisi lain, volume penjualan barang dan jasa pada berbagai sektor juga sangat tertekan akibat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), penurunan daya beli serta pola spending-saving masyarakat dalam menghadapi pandemi.
Apabila dilihat secara komposisi, terlihat Pajak Penghasilan (PPh) migas yang periode Januari-Mei 2019 dapat menyentuh Rp 26,4 triliun, kini hanya terkumpul Rp 17 triliun. Artinya, terjadi kontraksi sampai 35,6 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Sri menyebutkan, harga minyak yang merosot tajam menyebabkan penerimaan PPh migas mengalami penurunan signifikan. Harga minyak diketahui sempat berada pada level di bawah 30 dolar AS per barel, bahkan negatif. "Meski ada pelemahan kurs, tidak cukup (membantu penerimaan dari sektor migas) karena penurunan harga minyak yang drastis," katanya.
Pajak non migas juga mengalami penurunan 9,4 persen menjadi Rp 427,6 triliun. Kontraksi terdalam terjadi pada PPh non migas yang tumbuh negatif 10,4 persen dibandingkan Januari-Mei 2019 menjadi Rp 264,8 triliun.
Sri mengatakan, ini masih sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur Dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran (APBN) 2020. Dalam regulasi ini, pemerintah memprediksikan, kontraksi pajak berada pada level 10 persen.
Secara umum, pendapatan negara sampai akhir Mei telah mencapai Rp 664,3 triliun atau 37,7 persen dari target yang ditetapkan dalam Perpres 54/2020. Nilai ini kontraksi 9,0 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Tidak hanya pajak, pendapatan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tumbuh negatif sampai 13,6 persen. Pada periode Januari-Mei 2020, pemerintah telah mengumpulkan PNBP sebesar Rp 136,9 triliun.