REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan cukai hingga Mei 2020 mencapai Rp 68,3 triliun. Realisasi penerimaan cukai ini baru 39,5 persen dari target APBN sesuai Perpres 54 tahun 2020 sebesar Rp 172,9 triliun.
“Selama mereka memenuhi threshold, Insya Allah akhir tahun kita bisa capai target,” kata Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Nirwala Heryanto dalam outlook penerimaan cukai saat pandemi Covid-19 secara virtual di Jakarta, Jumat (12/6).
Dari target penerimaan cukai Rp 172,9 triliun, penerimaan cukai dari hasil tembakau atau rokok memiliki porsi target yang paling besar yakni Rp 165,65 triliun. Kemudian disusul ethil alkohol targetnya mencapai Rp 0,15 triliun dan minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) mencapai Rp 7,10 triliun.
Khusus untuk cukai rokok, ia mengakui saat ini produksi rokok nasional mengalami penurunan sebesar 12,3 persen per Mei 2020. Namun, lanjut dia, Bea Cukai memiliki batasan perhitungan asalkan tidak turun lebih dari 18,3 persen, maka ia meyakini target sebesar Rp172,9 triliun akan tetap tercapai.
Kementerian Keuangan sebelumnya telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.04 tahun 2020 yang memberikan insentif kepada pengusaha dalam bentuk penundaan pembayaran cukai di tengah pandemi Covid-19.
Penundaan pembayaran diberikan kepada pengusaha pabrik atau importir barang kena cukai diperpanjang 90 hari untuk pemesanan pita cukai yang diajukan pada 9 April-9 Juli 2020. Dengan adanya penundaan pembayaran ini diharapkan memberikan ruang fiskal bagi pengusaha untuk menggenjot produksi.
“Dengan pandemi ini logistik terganggu, toko yang biasanya buka sampai malam sekarang dibatasi, PSBB masing-masing kota penerapannya tidak barengan, ini mempengaruhi hasil penjualan balik, makanya diperpanjang tiga bulan,” katanya.