Kamis 30 Jan 2020 07:37 WIB

ESDM Buka Opsi Turunkan Biaya Penyaluran Gas Industri

Selain menurunkan biaya penyaluran, ESDM juga membuka opsi impor gas.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Friska Yolanda
Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan kinerja saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Menteri ESDM Arifin Tasrif memaparkan kinerja saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (27/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif merespons cepat arahan Presiden Joko Widodo atas berlarutnya penyelesaian masalah harga gas industri. Arifin membeberkan beberapa opsi yang akan dijalankan Pemerintah untuk menurunkan harga gas industri sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi.

"Pemerintah telah menyusun opsi untuk menurunkan harga industri tertentu sampai dengan target Maret 2020," kata Arifin, Rabu (29/1).

Biaya penyaluran, urai Arifin, menjadi komponen penentu dalam menetapkan harga gas industri. Untuk itu, pemerintah akan memangkas biaya transmisi di sejumlah wilayah, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Bagian Selatan, Jawa Barat dan Jawa Timur.

Biaya transmisi ini diatur dan ditetapkan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Nomor 8 Tahun 2013 tentang Penetapan Tarif Pengangkutan Gas Bumi Melalui Pipa. Selama ini, biaya transmisi berada dikisaran 0,02 dolar AS sampai 1,55 dolar AS per MMBTU.

Selain menurunkan biaya transmisi, pemerintah juga akan mengevaluasi kembali biaya distribusi dan biaya niaga. "Biaya penyaluran (transmisi dan distribusi) dan biaya niaga merupakan bagian dari menjalankan opsi pertama Pemerintah dalam mengurangi jatah negara dan efisiensi penyaluran gas," jelas Arifin.

Kewajaran transmisi akan menjadi pertimbangan utama sebagaimana yang dijalankan di Blon Kangean, Madura. Sebelumnya terdapat formula yang menyebabkan kenaikan harga gas sebesar 3 persen per tahun. 

"Ini sudah kami hapuskan," imbuhnya.

Opsi kedua, kewajiban badan usaha pemegang kontrak kerja sama untuk menyerahkan sebagian gas kepada negara (Domestic Market Obligation/DMO). Kewajiban ini akan segera ditetapkan dalam aturan DMO baru. 

"Kita akan membagi kepada industri-industri yang strategis dan pendukung dan mana yang bisa dilakukan perdagangan sesuai dengan kewajaran bisnis," kata Arifin.

Pilihan kebijakan terakhir adalah impor gas. "Kami memberikan keleluasan bagi swasta mengimpor gas untuk pengembangan kawasan industri yang belum terhubung jaringan gas," jelas Arifin.

Ketiga opsi ini sedang dalam tahap kajian oleh Kementerian ESDM. Diharapkan kebijakan yang ditentukan tidak akan merugikan bisnis gas yang tengah berjalan. 

Arifin mengimbau mekanisme pengambilan kebijakan penurunan harga gas nantinya akan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. "Apapun keputusan terkait harga gas industri nanti akan mengacu pada aturan yang berlaku," tegasnya.

Arifin mengakui, sejauh ini masih ada beberapa industri yang belum mengikuti penyesuaian, yaitu harga gas industri keramik (7,7 dolar AS per MMBTU), kaca (7,5 dolar AS per MMBTU), sarung tangan karet (9,9 dolar AS per MMBTU), dan oleokimia (8 dolar AS sampai 10 dolar AS per MMBTU). Baru industri pupuk, petrokimia dan baja yang sudah mengalami penyesuaian harga sesuai Perpres Nomor 40 Tahun 2016 sebesar USD6 MMBTU.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement