REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Impor migas sepanjang Januari sampai November 2019 mengalami penurunan 29,06 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Penyebabnya, terjadi penurunan secara volume hingga 18,38 persen, dari 45,3 juta ton pada Januari-November 2018 menjadi 36,98 juta ton pada periode yang sama di tahun ini.
Sementara itu, rata-rata harga agregatnya juga turun hingga 15,28 persen (yoy). Nilai impor migas pada Januari-November 2019 adalah 19,7 miliar dolar AS, sedangkan tahun lalu mencapai 27,8 miliar dolar AS.
"Kontribusinya terhadap total kinerja impor 12,64 persen," ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (16/12).
Penurunan nilai impor migas pada tahun ini terjadi pada seluruh jenis. Penurunan paling dalam terjadi pada minyak mentah, yakni 42,40 persen, dari 8,69 miliar dolar AS pada Januari-November 2018 menjadi 5,0 miliar dolar AS pada periode yang sama di tahun ini.
Apabila dilihat lebih detail, penurunan crude petroleum oil menyumbang penurunan signifikan, hingga 45,17 persen.
Sementara itu, kategori hasil minyak juga mengalami penurunan nilai impor 23,68 persen dibandingkan Januari-November 2018. Bahan bakar pesawat atau avtur mengalami penurunan signifikan, hingga 82,61 persen dari 787 juta dolar AS menjadi 136,9 juta dolar AS. Selain itu, impor solar juga turun 46,43 persen dari 4,1 miliar dolar AS menjadi 2,2 miliar dolar AS.
Terakhir, kategori gas turun 19,14 persen dari 2,8 miliar dolar AS pada Januari-November 2018 menjadi 2,3 miliar dolar AS.
BPS mencatat, negara importir migas terbesar ke Indonesia adalah Singapura dengan nilai 7,4 miliar dolar AS sepanjang Januari-November 2019. Nilai tersebut berkontribusi sekitar 37 persen dari total impor migas dalam periode yang sama, yaitu 19,7 miliar dolar AS.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet mengatakan, banyak faktor yang mempengaruhi penurunan impor migas. Di antaranya, aktivitas pariwisata dalam negeri yang menurun akibat kenaikan harga tiket.
"Sehingga menyebabkan permintaan terhadap avtur ikut terdampak," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Senin (16/12).
Faktor dari wisatawan mancanegara. Yusuf menyebutkan, karena rupiah sedang menguat, ongkos travel menjadi lebih mahal, sehingga mereka cenderung menunda rencana wisata. Sementara itu, dari wisatawan domestik, disebabkan karena kecenderungannya untuk dialihkan ke aktivitas lain seperti belanja.
Tapi, Yusuf menekankan, penurunan impor avtur diperkirakan hanya bersifat musiman. Sebelum ada penambahan investasi kilang minyak tambahan untuk pengelolaan avtur, impor avtur berpotensi masih akan meningkat ke depannya.
"Ini berdampak pada meningkatnya impor migas," katanya.
Sedangkan, untuk bahan bakar diesel, Yusuf menambahkan, penurunan terjadi karena program biodiesel B20 yang digencarkan pemerintah sejak awal tahun. Efek positif diharapkan semakin menguat seiring dengan rencana pemerintah untuk mengimplementasikan B30 hingga B100 pada tahun depan.