Kamis 28 Nov 2019 21:43 WIB

Bicara Ekonomi, Jokowi Kini Analogikan Film Cast Away

Jokowi menilai proyeksi gejolak ekonomi yang pernah ia sampaikan kini jadi nyata.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Teguh Firmansyah
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) berbincang dengan delegasi EU-ASEAN Business Council di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/11/2019).
Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Presiden Joko Widodo (ketiga kanan) berbincang dengan delegasi EU-ASEAN Business Council di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (28/11/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (28/11). Salah satu poin penting yang disampaikan Jokowi adalah kesiapan Indonesia untuk menghadapi dinamika ekonomi global.

Jokowi memandang, 'proyeksi' gejolak ekonomi dunia yang ia sampaikan melalui pidato dengan perumpangan film 'Game of Thrones' dalam pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali tahun 2018 lalu kini menjadi kenyataan.

Baca Juga

Berlanjut ke kondisi perekonomian saat ini, Jokowi melihat perlu ada upaya yang dilakukan Indonesia untuk bisa menghadapi musim dingin, seperti yang ia kutip dalam pidato fenomenalnya tahun lalu.

Kali ini giliran film tahun 2001, 'Cast Away', yang dijadikan objek perumpamaan oleh Jokowi. Jokowi menilai, Pemerintah Indonesia bersama otoritas moneter dan fiskal perlu meniru daya upaya yang dilakukan oleh Chuck Noland, tokoh utama Cast Away, dalam bertahan hidup seorang diri di tengah pulau.

"Ada tiga nilai kalau kita adaptasi dari film cast away. Pesawat kargo jatuh ke sebuah pulau dan hanya satu orang yang bisa bertahan hidup. Kenapa bisa bertahan dan selamat? Bisa dihubungkan dengan ketidakpastian (ekonomi saat ini)," ujar Jokowi dalam sambutannya dalam Pertemuan Tahunan BI, Kamis (28/11).

Nilai pertama yang harus diadaptasi pemerintah, ujar Jokowi, bahwa Indonesia harus mampu bertahan di tengah kesulitan yang menimpa. Jokowi menganalogikan hal ini dengan kegigihan Chuck Noland, yang diperankan aktor Tom Hanks, dalam menghadapi tantangan terdampar di tengah pulau seorang diri.

"Jadi mampu bertahan di tengah kesulitan yang menimpa dirinya," kata Jokowi.

Nilai kedua dari 'Cast Away' yang bisa ditiru, ujar Jokowi, adalah kemampuan untuk mencari sumber daya ekonomi yang baru untuk tetap bertahan. Sumber daya baru yang dimaksud Jokowi antara lain pemanfaatan batubara untuk diolah menjadi Dimethylether (DME). Produk ini bisa mensubstitusi penggunaan elpiji sehingga bisa menekan impor gas yang selama ini masih dilakukan.

"Kenapa tidak dari lama kita lakukan? Karena kita senang impor. Siapa yang impor? Ya orang-orang yang senang impor. Bapak ibu saya kira tahu semuanya. Ada yang senang impor dan tidak mau diganggu impornya. Baik untuk minyak atau elpiji, nah ini mau saya ganggu," ujar Jokowi.

Sementara nilai ketiga dari 'Cast Away' yang bisa ditiru Indonesia, adalah optimisme dalam menghadapi berbagai tekanan. Jokowi meminta para pengusaha dan investor di Indonesia untuk melanjutkan investasinya tanpa harus menunggu.

Jokowi juga menyampaikan bahwa Indonesia masih cukup tangguh dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen selama beberapa tahun ini.

Presiden Joko Widodo kembali menyampaikan pidato yang 'tak biasa' di hadapan forum internasional. Setelah menyebut perumpamaan 'Thanos' dalam film Avengers: Infinity War dalam World Economy Forum on ASEAN di Vietnam pada September lalu, Jokowi kembali mengambil analogi dari sebuah film dalam pidato teranyarnya.

Tahun 2018 lalu di hadapan para pejabat negara yang hadir dalam Plennary Meeting, IMF-World Bank Annual Meeting, di Nusa Dua Bali kali ini, Jokowi mencuplik perumpamaan film seri yang terkenal: Game of Thrones.

Jokowi sengaja mengambil perumpamaan dari serial karya David Benioff dan D.B. Weiss tersebut untuk memberi gambaran tentang kondisi dinamika ekonomi dunia saat itu.

Jokowi mengutip perkataan Managing Director IMF Christine Lagarde yang menyebut bahwa perekonomian dunia saat ini dibayangi ketidakpastian. Di satu sisi, Amerika Serikat (AS) menikmati pertumbuhan yang pesat. Namun di sisi lain, pertumbuhan ekonomi di banyak negara justru lemah dan tidak stabil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement