REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kondisi perekonomian global saat ini mengindikasikan ketidakpastian yang masih tinggi.
"Perkembangan kondisi ekonomi global mengindikasikan bahwa ketidakpastian masih tinggi," kata Josua di Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Ia menuturkan data inflasi global terkini di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat (AS), masih menunjukkan tekanan inflasi yang masih berlanjut sehingga menimbulkan ketidakpastian mengenai arah suku bunga kebijakan global ke depan. Tingkat inflasi di AS pada Desember 2023 tercatat sebesar 3,4 persen secara year on year (yoy), meningkat dari 3,1 persen yoy di November 2023 dan di atas ekspektasi pasar yang sebesar 3,2 persen yoy.
Penurunan harga energi global tertahan akibat eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama terkait gangguan di Laut Merah. Josua mengantisipasi bahwa inflasi AS belum akan turun dengan cepat menuju target 2 persen, sehingga masih ada kemungkinan bank sentral AS atau The Fed memangkas suku bunga acuan pada paruh kedua 2024. Saat ini, pasar memperkirakan The Fed akan menurunkan suku bunga kebijakannya sebesar 150 basis poin pada 2024.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyatakan pihaknya mewaspadai sejumlah tekanan terhadap pasar keuangan yang akan berlanjut pada tahun 2024.
“Meskipun tekanan di pasar keuangan pada akhir 2023 mereda, namun kami tetap mewaspadai beberapa faktor risiko yang saat ini kita tetap hadapi dan berpotensi akan berlanjut di tahun ini, termasuk kondisi suku bunga yang masih di level yang tinggi, walaupun memang diproyeksikan tidak akan naik lagi, bahkan diperkirakan akan turun di tahun 2024 ini,” ujar Mahendra dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/1/2024).
Berdasarkan proyeksi dari berbagai lembaga multilateral dan para analis, pertumbuhan ekonomi global pada 2023 diperkirakan lebih rendah daripada tahun 2024, terutama karena pertumbuhan di China dan negara-negara Eropa yang melambat. Risiko eskalasi geopolitik juga disebut berpotensi menekan kinerja perekonomian global lebih lanjut, dan meningkatkan volatilitas pasar keuangan.
Dalam menghadapi situasi tersebut, secara umum pihaknya menerapkan beberapa strategi mitigasi risiko yang komprehensif, termasuk kebijakan pengawasan intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan. OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk melakukan uji ketahanan secara berkala guna mengukur ketahanan pemodalan dan likuiditas dalam berbagai skenario.