Rabu 03 Sep 2025 19:09 WIB

Dukung Ketahanan Ekonomi, Ekonom Usul Bentuk Komite Stabilitas Sektor Riil

Meski inflasi terjaga, Fakhrul menekankan perlunya pengawasan harga pangan.

Kendaraan taktis Panser Anoa milik TNI disiagakan di depan salah satu pusat perbelanjaan di Kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (2/9/2025).
Foto: Republika/Prayogi
Kendaraan taktis Panser Anoa milik TNI disiagakan di depan salah satu pusat perbelanjaan di Kawasan Glodok, Jakarta, Selasa (2/9/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai pemerintah perlu membentuk Komite Stabilitas Sektor Riil untuk memperkuat ketahanan ekonomi. Gagasan ini merujuk pada keberhasilan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terbukti mampu menjaga stabilitas pasar keuangan di tengah dinamika global.

“Jadi, kita bisa memprediksi dan mengantisipasi goncangan sebelum itu terjadi," ujar Fakhrul di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Baca Juga

Menurut dia, meski fundamental ekonomi Indonesia masih cukup kuat, keterhubungan antara sektor keuangan dengan kondisi riil di lapangan belum sepenuhnya terjalin.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi Agustus 2025 sebesar 2,31 persen secara tahunan (yoy), sementara neraca perdagangan surplus 4,17 miliar dolar AS. Fakhrul menilai capaian ini mencerminkan perekonomian nasional yang semakin membaik.

“Ini menunjukkan tubuh sektor keuangan kuat. Namun, kita harus ingat bahwa sektor keuangan yang sehat seharusnya menopang sektor riil,” katanya.

Meski inflasi terjaga, Fakhrul menekankan perlunya pengawasan harga pangan, terutama beras yang mulai merangkak naik. “Gejolak (demonstrasi) yang terjadi dalam masyarakat saat ini karena tidak terhubungnya sektor keuangan yang kuat dan stabil dengan kondisi sektor riil di bawah,” ucapnya.

Ia menilai faktor suplai dan distribusi perlu direncanakan lebih matang. Komite Stabilitas Sektor Riil nantinya diharapkan bisa berperan dalam mendeteksi dini guncangan pasokan dan produksi, mengoordinasikan kebijakan sektor riil, serta menjaga stabilitas harga dan ketersediaan barang penting.

Tak kalah penting, komite juga diharapkan mampu menyampaikan komunikasi publik yang efektif agar ekspektasi masyarakat tetap terjaga.

Fakhrul menambahkan, koordinasi lintas lembaga telah terbukti efektif melalui Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Mekanisme serupa jika diperluas ke sektor riil diyakini bisa mencegah dampak guncangan lebih besar terhadap perekonomian.

Ia mencontohkan Jepang dan Korea Selatan yang telah lebih dulu membentuk badan serupa. Jepang memiliki Council on Economic and Fiscal Policy (CEFP), sementara Korea membentuk Presidential Committee on Supply Chain Stability.

Untuk Indonesia, ia menyarankan agar anggota komite melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, Kadin, perbankan, hingga perwakilan pengusaha.

“Ini nantinya menjadi inisiasi penting juga untuk meningkatkan prospek FDI ke industri dalam negeri,” ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement