Jumat 15 Nov 2019 14:49 WIB

Volume Impor Cangkul RI Sudah Tembus 292,4 Ribu Ton

Volume impor cangkul pada 2019 tercatat menjadi yang terbesar sejak 2017.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Perajin memproduksi cangkul di salah satu rumah industri di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/1). Alat pertanian dan alat pertukangan, seperti cangkul dan sabit hasil produksi perajin setempat dipasarkan seharga Rp100.000 -Rp250.000 per unit ke sejumlah daerah.
Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA
Perajin memproduksi cangkul di salah satu rumah industri di Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Rabu (10/1). Alat pertanian dan alat pertukangan, seperti cangkul dan sabit hasil produksi perajin setempat dipasarkan seharga Rp100.000 -Rp250.000 per unit ke sejumlah daerah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indonesia sejak bulan Januari hingga Oktober tahun ini tercatat telah melakukan impor cangkul dengan kode Harmonized System (HS) 8201.30.10. Berdasarkan data yang diperoleh, tercatat nilai dan volume impor cangkul sejak tahun 2015 silam.

Pada tahun 2019, terutama periode Januari-Oktober, cangkul impor yang masuk ke Indonesia sebanyak 292,4 ribu ton dengan nilai total 106,1 ribu dolar AS.

Cangkul yang diimpor oleh Indonesia berasal dari dua negara, yakni Cina dan Jepang. Cina tercatat mengekspor cangkul ke Indonesia sebanyak 292,4 ribu ton senilai 106,06 ribu dolar AS sedangkan Jepang 7 kilogram dengan nilai 65 dolar AS.

Angka volume impor dan importasi cangkul sepanjang Januari-Oktober 2019 tercatat merupakan yang terbesar sejak tahun 2017. Saat itu, volume impor cangkul mencapai 2,3 ton senilai 794 dolar AS. Setahun berikutnya, pada tahun 2018 volume impor naik menjadi 78 ribu ton dengan total nilai 33,8 ribu dolar AS.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan, data-data ekspor dan importasi dari perdagangan setiap bulan diperoleh dari tiap-tiap kantor pengawasan dan pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Seluruh data yang diterima petugas BPS, kemudian dikelola dengan HS Code untuk dikelompokkan.

Oleh sebab itu, data ekspor impor yang dirilis oleh BPS dapat dipertanggungjawabkan validitasnya karena melibatkan banyak pihak terkait yang mengawasi langsung di lapangan.

"Jumlah dokumen data akan bervariasi dari bulan ke bulan tergantung aktivitas ekspor dan impor," ujar Suhariyanto.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan tengah mendalami perusahaan importir dibalik temuan impor cangkul yang mencuat ke publik beberapa hari terakhir. Jika impor cangkul tersebut terbukti tanpa izin, Kemendag akan merekomendasikan untuk pencabutan berbagai izin-izin usaha.

Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Kemendag, Veri Anggrionom mengatakan, sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 30 Tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Perkakas Tangan, importasi produk setengah jadi atau bahan baku masih diperbolehkan selama mentaati aturan yang berlaku.

Namun, ia menuturkan, pada sekitar dua pekan yang lalu, jajarannya bersama aparat menemukan adanya produk cangkul yang diduga diimpor. Penemuan cangkul diduga impor itu terdapat di Surabaya, Jawa Timur dan Tangerang, Banten.

"Prosesnya sedang pengamanan dan kami dalami. Apabila terbukti barang itu tidak ada izin, kami rekomendasikan untuk pencabutan izin (usahanya)," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement