Rabu 23 Oct 2019 15:11 WIB

Upaya Penyederhanaan Cukai Rokok Diminta Dilanjutkan

Dengan model golongan tarif yang beragam, penerimaan negara bisa turun.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Friska Yolanda
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).
Foto: Republika/Prayogi
Pedagang menunjukan bungkus rokok bercukai di pasar Minggu, Jakarta, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152 Tahun 2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau yang akan berlaku mulai Januari 2020. Beleid itu menjadi dasar hukum kenaikan tarif cukai rokok secara rata-rata 23 persen.

Namun, PMK 152 meniadakan poin upaya penyederhanaan tarif cukai hasil tembakau untuk rokok sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), serta sigaret kretek tangan (SKT) yang sebelumnya tertera dalam pasal 17, PMK Nomor 146 Tahun 2017. 

Pengamat Kebijakan Publik, Danang Widyoko, mengatakan, sesuai rencana pemerintah sebelumnya, penyederhanaan tarif cukai rokok akan lakukan secara bertahap menjadi hanya lima golongan dari saat ini sebanyak 10 golongan tarif. "Ini perlu kita kritisi. Penyederhanaan golongan tarif tidak akan mengurangi potensi penerimaan negara," kata Danang di Jakarta, Rabu (23/10).

Menurut Danang, pemerintah cukup kesulitan dalam mengatur para perusahaan-perusahaan kelas kakap di industri rokok. Di satu sisi, ada kekhawatiran penerimaan cukai bakal menurun jika golongan tarif cukai rokok disederhanakan. 

Justru, kata dia, dengan model golongan tarif cukai yang beragam seperti sekarang, potensi penerimaan negara bisa menurun. Sebab, perusahaan-perusahaan besar yang semestinya membayar tarif cukai tertinggi berpotensi untuk membayar tarif cukai yang lebih rendah. Hal itu bakal dikejar dengan berbagai cara. 

"PMK yang sekarang ini menghilangkan roadmap penyederhanaan tarif cukai. Seharusnya pemerintah konsisten menerapkan roadmap sesuai aturan sebelumnya," kata Danang. 

Sebagaimana diketahui, PMK Nomor 152 Tahun 2019 menaikkan rata-rata tarif cukai rokok sebesar 23 persen untuk sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT). Dari tarif cukai tiga jenis rokok itu, terdapat 10 golongan tarif sesuai kapasitas produksi industri.

Produsen rokok SKM yang memproduksi lebih dari 3 miliar batang per tahun dimasukkan ke golongan I dengan tarif cukai sebesar Rp 740 per batang. Sementara, industri yang memproduksi rokok di bawah 3 miliar batang per tahun dibedakan menjadi dua, yakni II A dan II B dengan kewajiban tarif cukai yang lebih murah, masing-masing Rp 470 per batang dan Rp 455 per batang. 

Pada rokok SPM, perusahaan yang memproduksi 3 miliar batang per tahun juga masuk golongan I dengan tarif cukai Rp 790 per batang. Industri yang kapasitasnya di bawah 3 miliar juga dibagi menjadi II A dan II B dengan tarif cukai masing-masing Rp 485 per batang dan Rp 470 per batang. 

Adapun untuk rokok SKT, industri yang kapasitas produksinya lebih dari 2 miliar batang per tahun dikenakan cukai Rp 425 per batang. Industri dengan kapasitas antara 500 juta sampai 2 miliar batang cukainya sebesar Rp 330 per batang. Selanjutnya, produsen SKT dengan kapasitas produksi 10 juta -

sampai 500 juta batang terkena cukai Rp 200 per batang. Terakhir, produsen yang hanya memproduksi rokok kurang dari 10 juta per tahun dikenakan tarif cukai Rp 110 per batang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement