Selasa 13 May 2025 14:54 WIB

DPR Usul IKM Rokok Bayar Cukai Lebih Rendah, Tapi Tetap Berkontribusi

DPR dorong konsep cukai rakyat agar negara tetap untung.

Rokok ilegal (Ilustrasi). DPR menilai Industri Kecil Menengah (IKM) rokok tetap harus membayar cukai, tetapi nilainya lebih kecil.
Foto: bea cukai
Rokok ilegal (Ilustrasi). DPR menilai Industri Kecil Menengah (IKM) rokok tetap harus membayar cukai, tetapi nilainya lebih kecil.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Anggota Komisi XI DPR RI, Eric Hermawan, menilai Industri Kecil Menengah (IKM) rokok tetap harus membayar cukai, tetapi nilainya lebih kecil. Hal itu bertujuan agar pemerintah tetap mendapatkan penerimaan negara dari sektor IKM rokok.

"Yang paling benar ada namanya cukai rakyat, supaya negara mendapat untung, tinggal pembinaannya saja, berapa harga cukai yang bisa diserap oleh para pelaku usaha rokok," ujar Eric di Jakarta, Selasa (13/5/2025).

Baca Juga

Eric, yang terpilih dari Daerah Pemilihan Jawa Timur XI (Madura), juga menyoroti kebijakan eksesif atas tarif cukai rokok dalam beberapa tahun belakangan ini yang memberikan dampak berganda (multiplier effect) baik di sektor hulu maupun hilir mata rantai tembakau. Ia menduga pemerintah selama ini hanya memikirkan target penerimaan tanpa mempertimbangkan dampak kenaikan cukai rokok.

Kebijakan cukai rokok yang eksesif juga mendapat sorotan Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPN APTI), Agus Parmuji. Di tengah kondisi ekonomi yang tidak baik, DPN APTI memohon Presiden Prabowo mengkaji ulang kebijakan cukai rokok yang eksesif. Sebab, instrumen cukai sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya industri kretek nasional yang berefek domino terhadap petani tembakau dan cengkeh.

"Kebijakan cukai yang eksesif, negara bisa kehilangan penerimaan cukai sekitar 10 persen dari total APBN, yang sebenarnya bisa menjadi sumber pendanaan program pemerintah," tegasnya.

Bupati Temanggung, Agus Setyawan, berpandangan tembakau memiliki multiplier effect yang tinggi sekaligus masih menjadi tulang punggung bagi perekonomian daerah.

Di tengah himpitan masalah regulasi terkait pertembakauan yang memicu turunnya daya beli masyarakat terhadap produk rokok, kondisi pabrikan rokok masih belum stabil lantaran cukai rokok yang kian tinggi.

Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta agar Cukai Hasil Tembakau (CHT) tidak terus dinaikkan. Menurutnya, kenaikan cukai rokok justru mendorong maraknya peredaran rokok ilegal di wilayahnya.

"Kebijakan menaikkan CHT setiap tahun tidak efektif untuk menekan konsumsi rokok. Sebab, masyarakat tetap membeli rokok meskipun harganya semakin mahal, bahkan mengorbankan kebutuhan lain seperti gizi keluarga," katanya.

Dedi berharap pemerintah pusat mengkaji ulang kebijakan kenaikan cukai rokok karena tidak berdampak signifikan dalam mengurangi jumlah perokok.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement