Rabu 28 Aug 2019 20:30 WIB

Menkeu: Pemerintah Waspadai Kondisi Ekonomi Dunia

Perdagangan dunia mengalami pertumbuhan terendah sejak 2012

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah mewaspadai perkembangan perekonomian global sebagai landasan dalam menyusun asumsi makro untuk RAPBN 2020. Sri menjelaskan dinamika perekonomian global meningkat drastis pada kuartal kedua 2019, yang diikuti terus menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,7 persen hingga 3,2 persen saat ini.

"Penurunan ini akibat ketidakpastian global. IMF selalu sampaikan risiko yang potensial, salah satu yang sering disebutkan perang dagang dan kebijakan moneter negara-negara maju," ujar Sri saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8).

Baca Juga

Sri mengatakan perang dagang yang terus berlangsung antara Amerika Serikat (AS) dengan China berimbas pada sektor perdagangan internasional yang mengalami pertumbuhan terendah kedua sejak 2012.

"Ini menggambarkan kegiatan perdagangan dunia sudah terdampak oleh kebijakan negara terbesar AS dan negara kedua terbesar China," lanjut Sri.

Menurut Sri, apabila pertumbuhan ekonomi dan perdagangan terus melemah pada 2020, dikhawatirkan akan terjadi resesi terutama pada negara-negara maju. Sejauh ini, Sri menyebut sejumlah negara yang mengalami tren pertumbuhan negatif akibat dampak perang dagang, yakni Jerman, Meksiko, Brasil, Argentina.

"Kita dihadapkan pada kondisi pelemahan yang muncul, negara-negara di berbagai dunia tren ekonomi melemah, Singapura masuk zona negatif, Ini Eropa, Jepang, Malaysia, Thailand tren negatif. Ini yang sedang kita hadapi untuk tetapkan asumsi makro 2020," ucap Sri.

Sri menilai negara-negara di luar AS-Cina bisa mencegah terus terjadinya pelemahan ekonomi apabila memiliki kebijakan yang koheren dan bersama-sama mengatasi pelemahan. Sri mengatakan kebijakan ini bisa dimulai dari para pemimpin masing-masing negara untuk menyamakan sikap dan kebijakan guna memperbaiki kondisi ekonomi global.

"Kalau kebijakan negara-negara itu kompak koheren bisa selamatkan ekonomi global. Kemungkinan proyeksi resesi bisa saja dibalik. Retorika leader di G7 dan G20 kita mungkin dapatkan sedikit gambaran, para leader nggak sekompak waktu 2008-2009. Bahkan yang terjadi, retorika membuat ketidakpastian makin tinggi," lanjut Sri.

Eskalasi yang meningkat membuat banyak investor yang memburu komoditas seperti emas. Di tengah pergolakan ekonomi global yang terus memanas, Sri optimistis perekonomian Indonesia masih akan baik-baik saja.

"Meski kondisi tidak pasti secara global, namun posisi Indonesia dalam posisi relatif lebih baik. Bahkan Indonesia bisa posisikan berbeda dari negara lain, di saat negara lain trennya merah ke bawah, Indonesia relatif stabil dengan pertumbuhan di atas lima persen pada lima tahun terakhir," ucap Sri.

Sri mengatakan kestabilan perekonomian Indonesia mampu terjaga saat pemilu hingga saat ini dan sejumlah kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah guna mengantisipasi dampak perang dagang dunia.

"Kondisi ini dunia tidak biasa. Maka kami, pemerintah, menyadari akan selalu waspada yang mungkin terjadi di lingkungan global yang tidak biasa. Asumsi kami 2020 adalah pertumbuhan ekonomi 5,3 persen, inflasi 3,1 persen, dan suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan sebesar 5,4 persen," kata Sri menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement