REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Raden Pardede menilai, Indonesia tidak akan terjebak dalam kondisi resesi di tengah perlambatan ekonomi global saat ini. Raden mengatakan, keyakinan tersebut seiring dengan kejadian krisis ekonomi global pada 2008.
Saat itu, ungkap Raden, Indonesia masih dapat bertahan walaupun harus bersusah payah mendorong kinerja ekonomi, terutama dari segi ekspor. "Meski sekarang banyak negara yang mungkin alami negative growth atau resesi, saya tidak percaya (Indonesia) resesi satu sampai dua tahun mendatang," ujarnya di Gedung DPR/ MPR, Jakarta, Rabu (21/8).
Raden mengakui, saat ini perahu ekonomi dunia global berada di tengah gelombang ketakutan dan ketidakpastian. Termasuk di dalam perkembangan teknologi yang terkadang memberikan manfaat, namun juga dapat berubah haluan sebagai cost.
Ketidakpastian tersebut terus meningkat dan bahkan disebut Raden sudah mencapai puncak. Pasar keuangan pun menghadapi ketakutan. Sejumlah negara takut mengalami resesi meskipun ancaman tersebut masih belum nyata terjadi.
Raden menyebutkan, banyak negara besar yang masuk dalam bayangan tersebut. Sebut saja Jerman yang selama ini memiliki pertumbuhan ekonomi luar biasa, tapi sekarang dilanda ketakutan resesi. "Afrika, Singapura juga mengalaminya hingga Inggris dan Italia," katanya.
Ketakutan dan berbagai ancaman itu turut berdampak ke ekonomi dalam negeri. Raden mengakui, kondisi tersebut membuat pembuat kebijakan dan pelaku usaha sulit memprediksi ekonomi. Pemerintah pun tidak mudah dalam merancang APBN yang akurat.
Raden menjelaskan, pernyataan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang kerap membawa faktor ekonomi global sebagai penentu pertumbuhan ekonomi bukan sekadar alasan. "Itu bukan excuse, tapi kenyataannya memang seperti itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Raden menekankan, dunia usaha memahami bahwa deviasi dari asumsi dasar yang dibuat pemerintah pada RAPBN 2020 akan terjadi. Baik itu dari sisi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga suku bunga dan inflasi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan, proyeksi pelemahan ekonomi di sejumlah negara menjadi tantangan eksternal yang harus dihadapi ekonomi Indonesia. Kontraksi terjadi di sejumlah negara yang cukup penting di dunia. Misalnya, Jerman Barat, maupun negara di Latin Amerika seperti Argentina yang sedang menghadapi masa krisis.
Selain beberapa negara di kawasan Eropa dan Amerika, Sri mengatakan, kontraksi juga terjadi di negara yang dekat dengan Indonesia. Sebut saja Singapura hingga India yang menjadi motor penggerak ekonomi di pasar berkembang. "Ini pusat kewaspadaan kita," katanya.