Kamis 25 Jul 2019 14:30 WIB

Sri Mulyani: Pemerintah Ingin Pungut Pajak tanpa Ketakutan

Tahun ini proyeksi penerimaan perpajakan berada kisaran 7,5 hingga 9,5 persen

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah terus berupaya melakukan strategi mengumpulkan pendapatan negara khususnya penerimaan pajak. Adapun terobosan baru yang dilakukan pemerintah secara transparan seperti sistem online melalui e-form.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah harus mempertimbangkan segala hal agar pemungutan pajak yang adil bagi semua pihak tanpa menimbulkan ketakutan. “Kita sedang membuat bagaimana penerimaan meningkat tanpa membuat investasi tertekan. Bagaimana penerimaan pajak meningkatkan muncul aspek keadilan. Bagaimana pajak meningkat tanpa menciptakan ketakutan,” ujarnya saat acara ‘Seminar Ekonomi Makro 2019’ di Menara Astra, Jakarta, Kamis (25/7).

Baca Juga

Menurutnya penerapan pajak tanpa menciptakan ketakutan menjadi hal penting yang perlu dilakukan. Sebab, pihaknya pernah mendapatkan pengaduan dari beberapa pengusaha di Indonesia terkait kondisi bisnis perusahaan.

“Pengaduan ini soal pendapatan perusahaan mereka yang berdampak pada pajak yang mereka bayarkan. Kata mereka (para pengusaha) tahun ini lebih berat,” ucapnya.

Menurut Sri Mulyani proyeksi penerimaan perpajakan berada kisaran 7,5 persen sampai 9,5 persen pada tahun ini. Bagi perusahaan, kata Sri Mulyani, penerimaan tersebut menjadi hal yang memberatkan.

“Tapi kalau bagi kami kurang, kami ingin rasio pajak naik karena sekarang masih lower based,” ungkapnya.

Sri menambahkan penurunan penerimaan pajak  tak lepas dari turunnya kinerja ekspor Indonesia akibat melemahnya permintaan global. Per April 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor sepanjang kuartal pertama 2019 sebesar 40,52 miliar dolar AS atau turun 8,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 44,27 miliar dolar AS.

Meskipun penerimaan pajak secara umum menurun, Sri Mulyani menyebut penerimaan pajak dari sektor non-migas masih tetap tumbuh positif di tengah ketidakpastian perekonomian global. Kenaikan terutama terjadi pada sektor jasa keuangan, transportasi, dan pergudangan.

Tercatat pajak sektor jasa keuangan tumbuh 8,8 persen year-on-year (yoy) pada 2019 atau lebih tinggi dari tahun lalu yang hanya 4,8 persen (yoy). Namun kontribusinya pada keseluruhan penerimaan hanya sekitar 15,2 persen.

Sektor yang berkontribusi paling tinggi hingga 29,3 persen justru mengalami penurunan penerimaan pajak. Adapun sektor tersebut yakni industri pengolahan yang tumbuh negatif 2,6 persen (yoy) sepanjang 2019.

Padahal pada tahun lalu sektor industri pengolahan tumbuh 13 persen (yoy). Kemudian disusul sektor perdagangan dengan kontribusi 20,8 persen, sehingga penerimaan pajak dari sektor ini hanya tumbuh tipis 2,5 persen (yoy).

Di sisi lain, pemerintah juga membuat desain agar setiap nilai tukar Rupiah tepat sasaran semisal penyaluran bantuan subsidi. Pada tahun sebelumnya bantuan subsidi disalurkan melalui berbagai produk, sementara pada tahun ini bantuan langsung diserahkan kepada penerima sehingga lebih tepat sasaran.

“Belanja kita makin produktif makin pada kegiatan yang menciptakan produktivitas yang kemudian positif terhadap ekonomi. Belanja untuk infrastruktur meningkat, belanja subsidi menurun. Belanja sosial meningkat. Jadi strateginya masyarakat yang miskin diperkuat bukan melalui subsidi komoditas tetapi langsung direct transfer," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement