Rabu 24 Jul 2019 12:11 WIB

Indonesia Berpeluang Pimpin Industri Keuangan Syariah ASEAN

Indonesia menduduki peringkat keenam dalam Islamic Finance Country Index.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
keuangan syariah/ilustrasi
Foto: alifarabia.com
keuangan syariah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Islamic Development Bank (IDB) menyebut Indonesia saat ini berpeluang untuk menjadi pemimpin dalam sektor industri keuangan syariah di kawasan ASEAN. Indonesia, menurut IDB punya kesempatan yang unik dengan memanfatkan sumber daya domestik.

Director General, Country Relations and Services IDB Group, Walid Abdelwahab mengatakan, harus diakui bahwa selain sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki sumber daya alam yang luas dan letak geografis yang cukup strategis.

Baca Juga

Potensi itu, kata Walid, jelas memberikan kesempatan untuk Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk kesempatan dalam mengembangkan industri keuangan syariah.

"Kami optimis industri keuangan syariah akan tumbuh dengan kuat dan berkelanjutan. Asalkan, ada dukungan politik dari pemerintah," kata Walid dalam Pembukaan Pertemuan Tahunan Keempat Konferensi Internasional Keuangan Syariah di JW Marriott, Surabaya, Rabu (24/7). 

Ia melanjutkan, Asosiasi Perbankan Islam pada tahun 2018 telah menyatakan Indonesia menduduki peringkat keenam dalam Islamic Finance Country Index. Menurut dia, Indonesia cukup konsisten berada di posisi 10 negara pemimpin dalam industri ini.

Di sisi lain, IDB menilai konsistens pemerintahan saat ini terhadap industri syariah. Keberadaan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) dinilai sangat menunjukkan keberpihakan Indonesia pada sektor tersebut.

Karena itu, menurut Walid, dengan model keuangan syariah yang berbeda dengan cara konvensional, Indonesia mampu menggali potensi sektor tersebut yang saat ini bahkan belum dilirik oleh negara-negara di dunia.

Lebih lanjut, keuangan syariah juga diketahui mampu menopang kekurangan pembiayaan dalam target penerapan pembangunan berkelanjutan atau Suistanable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030 mendatang. Menurutnya, sistem syariah dalam ekonomi Islam bersinggungan dengan pembiayaan yang tidak hanya mementingkan profit, tapi juga dampak sosial dan lingkungan.

Ia menyebut, saat ini terdapat kekurangan pembiayaan sekitar 3 triliun dolar AS per tahun untuk program SDGs. Sementara, waktu yang tersisa hanya 11 tahun. Karenanya, IDB menilai keuangan syariah bisa membantu untuk menutupi kekurangan tersebut.

"Sumber daya bukan satu-satunya tantangan menuju SDGs. Kita membutuhkan insentif dan motif yang tepat untuk mengarahkan kegiatan ekonomi menuju kebaikan bersama," kata Walid.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement