REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Trikasih Lembong optimistis, penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) pada tahun ini dapat mencapai double digit. Keyakinan tersebut seiring dengan perbaikan sistem perizinan yang terkoneksi, termasuk melalui platform bernama Koordinasi Pengawalan Investasi Memanfaatkan Aplikasi (Kopi Mantap).
Menurut Thomas, platform tersebut akan membantu pemerintah pusat dalam mengawal pelaksanaan investasi hingga di tingkat pemerintah daerah (pemda). Hal ini sesuai dengan yang diingatkan Presiden Joko Widodo, yakni untuk menjaga investasi dari hulu ke hilir.
"Setiap langkah, harus direspon dengan cepat dan kalau bisa, saya kawal sendiri," ujarnya dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Investasi 2019 di Tangerang Selatan, Selasa (12/3).
Kopi Mantap ditujukan untuk memudahkan koordinasi fasilitasi pemenuhan komitmen perizinan berusaha melalui Online Single Submission (OSS) yang sifatnya lintas kewenangan. Platform ini memungkinkan efektivitas dan efisiensi koordinasi dengan menggunakan platform berbasis teknologi informasi yang didukung fitur kolaborasi, knowledge sharing, serta pertemuan jarak jauh melalui video/audio conference.
Thomas menuturkan, platform Kopi Mantap terinspirasi dari pola kerja di abad ke-21 yang memiliki dinamika cepat dan serba online. Sedangkan, pola kerja di pemerintahan masa kini masih terjebak dengan abad ke-20, yakni tatap muka ataupun surat menyurat.
Apabila tidak segera melakukan upgrade pola kerja, Thomas menambahkan, Indonesia akan terus tertinggal dengan negara lain. Sebab, negara tetangga seperti Singapura ataupun Thailand telah menuju ke digitalisasi, termasuk dalam melakukan kolaborasi antara pemerintah pusat dengan daerah.
Saat ini, koordinasi mengenai pengawal investasi baru dilakukan melalui platform WhatsApp. Tapi, Thomas menilai, aplikasi tersebut bukanlah produk profesional atau korporat, melainkan konsumen. "Yang akan kami sediakan adalah aplikasi dengan versi korporasi. Ada security, arsip dan backup," ujarnya.
Thomas menjelaskan, aplikasi tersebut sudah diberlakukan sebelumnya oleh Singapura. Pemerintahan setempat memanfaatkan alat kolaborasi digital yang digunakan untuk melakukan koordinasi antar 14 ribu pejabat.
Thomas menjamin, penggunaan platform untuk pengawalan investasi ini akan mudah digunakan oleh pemerintah pusat ataupun daerah. "Penggunaannya sama seperti ketika kita memakai WhatsApp," ucapnya.
Keberadaan platform ini diharapkan mampu meningkatkan realisasi investasi di Indonesia yang disebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak sampai 10 persen. Meski investor sudah datang berbondong-bondong ke Indonesia untuk mendaftarkan rencana investasi, mereka tidak segera membangunnya secara nyata.
Menurut Jokowi, tingkat realisasi investasi yang rendah tersebut patut menjadi koreksi dan evaluasi bersama. Apabila tidak, ia pesimistis, investasi di Indonesia bisa mengalami lompatan.
"Apalagi sekarang peluang di tengah perang dagang antara Amerika Serikat dengan Cina semakin besar," ujarnya.
Jokowi menilai, kondisi investasi di Indonesia terbilang lucu. Misalnya, industri mebel dan produk kayu dari Cina yang ingin melakukan relokasi justru lebih memilih Vietnam sebagai tempat untuk menanam modal. Padahal, bahan baku industri tersebut berasal dari Indonesia.
Jokowi mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk melakukan evaluasi secara bersama-sama atas kondisi itu. Khususnya kepada pemda yang memang berhubungan langsung dengan para investor di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.