REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan keputusan Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) menjadi 6 persen sebagai langkah berani. Langkah BI ini untuk menjaga stabilitas rupiah dari tekanan ketidakpastian ekonomi global.
"Dalam bahasa keseharian bisa disebut taringnya BI keluar. Keberaniannya ini yang dibutuhkan saat menghadapi ekonomi dunia yang saat ini mencapai ketidakpastian," kata Presiden Jokowi pada Pertemuan Tahunan Bank Indonesia di Jakarta, Selasa (27/11).
Kepala Negara mengungkapkan survei yang dilakukan Bloomberg kepada 31 ekonom, hanya tiga ekonom yang mengekspektasikan BI menaikkan suku bunga saat itu. Presiden mengapresiasi kinerja jajaran BI dalam menghadapi ketidakpastian perekonomian global, terutama dalam menjaga stabilitas rupiah.
Presiden menilai kebijakan BI ini membuat pasar kaget, namun disambut baik karena menunjukkan ketegasan dan determinasi BI dalam membentengi rupiah. "Keberanian seperti ini yang kita butuhkan di saat menghadapi kondisi ekonomi dunia yang sekarang ini kita lihat banyak ketidakpastian," kata Jokowi.
Presiden juga menyebut ekonomi masih menghadapi potensi ketidakpastian ekonomi global di tengah perang dagang Amerika Serikat dan Cina. Kepala Negara mengungkapkan saat dirinya hadir di KTT APEC yang diselenggarakan di Port Moresby, Papua Nugini, dua pemimpin negara dari dua ekonomi, nomor satu dan dua di dunia (AS dan Cina) bersitegang dan sulit dipersatukan.
"Indonesia saat itu mencoba buat jembatan supaya bisa sambung, tapi sampai jam 14.30 (waktu setempat) gagal. Sana ucapkan terima kasih, sini ucapkan terima kasih. Bilang Indonesia telah berusaha dengan baik. Sini juga. Terima kasih tapi gagal," kata Jokowi.
Dengan kondisi ini, lanjutnya, ekonomi dunia masih berpotensi dilanda ketidakpastian karena perang dagang AS dan Cina masih berlanjut.