Selasa 22 Jul 2025 16:15 WIB

Rupiah Menguat Jadi Rp 16.320, Didukung Sinyal Penurunan Suku Bunga The Fed

Isyarat pelonggaran moneter AS angkat rupiah meski sentimen global masih rapuh.

Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menilai penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh sinyal potensi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).
Foto: Republika/Prayogi
Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menilai penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh sinyal potensi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis mata uang sekaligus Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, menilai penguatan nilai tukar rupiah dipengaruhi oleh sinyal potensi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed).

“Pasar terus bergulat dengan sinyal beragam dari beberapa pejabat The Fed mengenai potensi penurunan suku bunga pada bulan Juli,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (22/7/2025).

Baca Juga

Secara probabilitas, The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga saat ini dengan peluang sebesar 97 persen dan hanya 3 persen kemungkinan untuk memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 30 Juli mendatang.

Di sisi lain, Gubernur The Fed Jerome Powell kini menghadapi tuduhan telah berbohong di bawah sumpah di hadapan Kongres terkait proyek renovasi kantor pusat bank sentral Amerika Serikat senilai 2,5 miliar dolar AS. Laporan tersebut disampaikan oleh Anggota DPR AS Anna Paulina Luna dari Partai Republik kepada Departemen Kehakiman AS.

“Meskipun konsekuensi hukumnya masih belum pasti, tekanan politik ini memicu kekhawatiran investor dan menambah ketidakpastian baru pada sentimen pasar yang sudah rapuh,” ungkap Ibrahim.

Selain itu, penguatan nilai tukar rupiah juga terjadi di tengah prospek kesepakatan dagang antara Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS) yang semakin memudar. “Perundingan yang sedang berlangsung antara Uni Eropa dan AS telah gagal mencapai kemajuan yang berarti selama beberapa minggu terakhir,” ucapnya.

UE tengah berupaya mencapai kesepakatan dagang dengan AS sebelum batas waktu 1 Agustus 2025. Jika gagal, akan berlaku tarif sebesar 30 persen.

AS menginginkan tarif universal lebih dari 10 persen terhadap barang-barang asal Uni Eropa, dengan pengecualian untuk produk penerbangan, perangkat medis, obat generik, minuman beralkohol, serta sejumlah peralatan manufaktur yang dibutuhkan AS.

Kedua pihak berencana membahas tarif pada beberapa sektor, kuota untuk baja dan aluminium, serta menjaga agar rantai pasokan tidak mengalami kelebihan suplai.

Dalam surat kepada Eropa, Presiden AS Donald Trump menyatakan akan menerapkan tarif sebesar 30 persen untuk sejumlah ekspor, 25 persen untuk mobil dan suku cadang, serta menggandakan tarif untuk baja dan aluminium. Trump juga berencana mengenakan bea masuk 50 persen untuk produk tembaga.

Secara keseluruhan, Uni Eropa memproyeksikan total tarif masuk ke AS akan mencapai 380 miliar Euro atau sekitar 442 miliar dolar AS, setara 70 persen dari total ekspor UE ke AS. “Uni Eropa bersiap menghadapi skenario terburuk dengan mengancam akan membalas tarif AS jika kesepakatan tidak tercapai,” ujar Ibrahim.

Pada penutupan perdagangan Selasa, nilai tukar rupiah di Jakarta menguat sebesar 3 poin atau 0,02 persen menjadi Rp 16.320 per dolar AS, dari sebelumnya Rp 16.323. Sementara kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia juga menguat ke level Rp 16.307 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.330.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement