Kamis 15 Nov 2018 09:35 WIB

Pengamat UI: Merpati Butuh Investor Kredibel

Merpati membutuhkan investor yang juga menguasai teknologi dirgantara

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Sejumlah mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (14/11/2018).
Foto: Antara/Zabur Karuru
Sejumlah mantan karyawan PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) melakukan aksi di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jawa Timur, Rabu (14/11/2018).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dari Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Toto Pranoto menilai saat ini PT Merpati Nusantara Airlines membutujkan investor yang kredibel. Terlebih saat ini, Maskapai Merpati sudah diputuskan tidak pailit dan bisa beroperasi lagi.

Toto mengatakan Merpati saat ini harus melakukan langkah restrukturisasi dan mendapatkan persetujuan dari para kreditur terbesarnya. “Salah satu krediturnya yaitu pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu),” kata Toto kepada Republika, Kamis (15/11).

Dia mengatakan saat ini Kemenkeu pada dasarnya sudah memberikan sikap yang jelas terkait kelangsungan operasional Maskapai Merpati jika ingin terbang lagi. Toto sepaham dengan Kemenkeu yang sebelumnya juga menegaskan Merpati saat ini membutuhkan investor yang kredibel.

Menurut Toto, investor yang saat ini dibutuhkan Merpati yang juga memahami berbagai hal. “Bukan saja cukup dari segi modal untuk Merpati namun juga menguasai teknologi dirgantara,” tutur Toto.

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) saat ini akan mencermati rencana bisnis yang ditawarkan investor terkait penyelamatan maskapai PT Merpati Nusantara Airlines. Hal itu menjadi sikap Kemenkeu setelah dikabulkannya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) maskapai plat merah tersebut oleh Pengadilan Niaga Surabaya.

Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto mengatakan jika Merpati tidak pailit, pihaknya akan mengikuti kelanjutannya. “Termasuk restrukturisasinya seperti apa, prosesnya seperti apa, rencana bisnis ke depannya apakah robust atau tidak? Kemenkeu sebagai kreditur besar akan melihat di situ,” jelas Hadiyanto, Rabu (14/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement