Ahad 22 Jul 2018 10:27 WIB

Modernisasi Pertanian Tingkatkan Produktivitas Pangan

Modernisasi pertanian mutrak dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara kuat.

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Bayu Hermawan
 Menteri Pertanian Amran Sulaeman
Foto: Republika/ Wihdan
Menteri Pertanian Amran Sulaeman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Modernisasi pertanian mutlak dilakukan untuk menjadikan Indonesia negara yang kuat berbasis pertanian. Hingga kini Kementerian Pertanian telah menggelontorkan ribuan alat dan mesin pertanian (alsintan) ke seluruh pelosok tanah air.

"Ini merupakan pertama dalam sejarah dan menjadi rekor terbanyak sepanjang sejarah pertanian Indonesia," ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Sabtu (21/7).

Amran menjelaskan, sejak 2015 Kementan telah memberikan bantuan alat dan mesin pertanian dalam jumlah yang cukup besar. Pada 2010 hingga 2014 jumlah bantuan alsintan yang dibagikan lebih dari 50 ribu unit dan pada tahun 2015-2017 jumlah bantuan alsintan berbagai jenis yang dibagikan pemerintah kepada petani masing-masing berjumlah 157.493 unit, 110.487 unit dan 321 ribu unit atau naik lebih dari 600 persen.

"Demikian juga pada tahun 2019, bantuan alsintan tetap akan diberikan kepada petani," katanya.

Menurutnya, modernisasi pertanian melalui penggunaan alsintan secara signifikan terbukti mampu meningkatkan produktivitas komoditas pangan dan pendapatan keluarga petani. Dengan begitu, proses produksi beras bisa lebih efisien. Melalui penggunaan alsintan pada setiap tahap kegiatan produksi, panen dan pascapanen mampu menghemat biaya pengolahan tanah, biaya tanam, biaya penyiangan, dan biaya panen karena sebagian besar tenaga kerja sudah diganti oleh penggunaan alsintan yang jauh lebih efisien.

Saat ini pemerintah berharap pertanian  bukan hanya menanam, mencari benih atau memupuk saja, tapi setelah pascapanen tersebut memperoleh keuntungan yang lebih besar.

"Jadi setelah konsolidasi, bagaimana mengkorporasikan petani dalam jumlah besar," ujar Amran.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementan I Ketut Kariyasa menjelaskan, penggunaan traktor roda dua dan roda empat mampu menghemat penggunaan tenaga kerja dari 20 orang menjadi tiga orang per hektare. Biaya pengolahan tanah menurun sekitar 28 persen, penggunaan rice transplanter  mampu menghemat tenaga tanam dari 19 orang per hektare menjadi tujuh orang per hektare sehingga biaya tanam menurun hingga 35 persen, serta mempercepat waktu tanam menjadi enam jam per hektare. Begitu pula penggunaan combined harvester yang mampu menghemat tenaga kerja dari 40 orang per hektare menjadi 7,5 orang per hektare dan menekan biaya panen hingga 30 persen.

"Bahkan menekan kehilangan hasil dari 10,2 persen menjadi dua persen, serta  menghemat waktu panen menjadi empat sampai enam jam per hektare" jelasnya.

Ketut mengungkapkan, berdasarkan perhitungan sederhana, penggunaan alsintan mulai dari olah sawah hingga panen dapat menekan biaya produksi padi sebesar 6,5 persen dan meningkatkan produksi sebesar 33,8 persen. Peningkatan dari enam ton Gabah Kering Panen (GKP) per hektare menjadi 8,1 ton GKP per hektare.

Masing-masing bersumber dari penurunan kehilangan hasil sebesar 10,9 persen akibat menggunakan combine harvester, peningkatan produktivitas 11 persen akibat penggunaan transplanter yang mendorong petani menerapkan sistem tanam jajar legowo (jarwo) dan peningkatan produktivitas 11,9 persen akibat penggunaan input lainnya yang membaik.

"Artinya mampu memberikan tambahan pendapatan bagi keluarga petani mencapai 80 persen dari Rp 10,2 juta per hektare per musim menjadi Rp 18,6 juta per hektare per musim," katanya.

Di samping itu, Ketut melanjutkan, modernisai pertanian juga dapat mendorong minat masyarakat khususnya generasi muda terhadap dunia pertanian. Jika sebelumnya pertanian dipandang sebelah mata sebagai pekerjaan untuk orang yang kurang pendidikan dan miskin, bekerja penuh lumpur dibawah terpaan sinar matahari serta lebih banyak mengandalkan kerja otot.

"Akan tetapi saat ini profesi petani modern merupakan pekerjaan yang menjanjikan dan dapat ditekuni secara profesional serta tidak lagi mengandalkan otot saja," ujarnya.

Menurutnya, pendapatan yang diperoleh sebagai petani tidak kalah menariknya dan bahkan lebih besar dari upah atau gaji dari seseorang yang bekerja pada sektor non pertanian. Pada kondisi seperti itu menurutny, tanpa perlu didorong, petani dengan sendirinya akan terus bersemangat untuk berproduksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement