REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Forum Alumni Independen Institut Pertanian Bogor (FAN IPB) mendukung upaya pemerintahan Jokowi-JK mewujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani. Karena itu, program peningkatan produksi dan tata niaga pangan yang tengah dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) tidak boleh dinodai dengan kebijakan impor.
“Pangan di Indonesia hari ini cenderung menjadi barang komoditas dalam sruktur pasar monopoli oligopolistik ataupun oligopoli monopolistik. Beras adalah komoditas pangan yang sampai hari ini masih dikuasai oleh kartel. Di sinilah esensi mendukung program kedaulatan pangan dan menolak keras kebijakan impor,” kata Koordinator FAN IPB Pri Menix Dey di Bogor, Rabu (6/6).
Saat ini, pemerintah telah memutuskan untuk melakukan impor beras jilid II sebanyak 500 ribu ton dengan dalih untuk melakukan stabilisasi harga pangan. Dengan demikian, total impor beras di 2018 mencapai 1 juta ton.
Menurut Menix, kebijakan impor beras berdampak langsung pada melebarnya angka kemiskinan petani di desa dan hanya menguntungkan para mafia pangan. Padahal, kata dia, berdasarkan data Bulog, stok saat ini di gudang mencapai 1,5 juta ton. Data Kementan pun menyebutkan produksi rataan beras Indonesia mencapai 2,8 juta ton. “Jumlah konsumsi rataan itu 2,5 juta ton . Artinya, ada surplus beras dan tidak perlu dilakukan impor,” ujar Menix.
Alumni IPB angkatan 45 itu menjelaskan, pelaku utama pencari keuntungan dalam impor beras tentu tidak serta merta hanya para pengusaha beras. Akan tetapi, ada peran serta dari aktor pemerintahan, entah di tingkat pusat maupun daerah sehingga terjadi indikasi rentseeking economy activity pangan.
“Koordinasi antara Kementan dan Kemendag dalam kasus ini terlihat tidak sedang baik-baik saja. Tata kelola pangan di Indonesia segera dibenahi dengan serius, sehingga bentrok kebijakan antarinstitusi tidak terjadi,” kata Menix.
Menix menegaskan, untuk mempercepat terwujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani serta memberantas lingkaran setan mafia pangan khusus beras, FAN IPB mendorong langkah nyata Presiden Joko Widodo untuk mempercepat terbentuknya Badan Pangan Nasional sebagai pusat integrasi tata kelola pangan di Indonesia. Hal itu juga sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang upaya mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan di Indonesia.
“Pembentukan Badan Pangan Nasional menjadi syarat utama jika ingin membenahi tata kelola pangan secara total. Persoalan pangan sangat kompleks, tidak bisa kelancaran pasokan pangan dilakukan Kemendag. Kasihan Kementan yang dituntut tingkatkan produksi pangan, tapi Kemendag pasti keluarkan kebijakan impor dengan alasan klasik untuk stabilisasi harga,” ujar dia.
Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan, stok pangan pokok sampai dengan Idul Fitri aman sehingga mampu mencukupi kebutuhan. Kementan, kata Amran, telah menyiapkan stok pangan sejak tiga bulan sebelum Ramadhan dengan meningkatkan produksi sebanyak 20 sampai 30 persen. Dengan begitu, stok pangan dapat dipastikan aman hingga setelah Lebaran.
“Stok pangan pokok sudah disiapkan tiga bulan sebelum Ramadhan sebanyak 20-30 persen. Hingga setelah Lebaran pun masih aman. Seperti beras, bawang merah, aneka cabai, telur, minyak goreng, daging ayam, dan daging sapi,” kata Amran.