REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan produksi kedelai hingga 2,8 juta ton tahun ini. Caranya dengan meningkatkan kemauan bertanam para petani.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto mengatakan, penanaman kedelai terkendala infrastruktur yang agak rusak. Sebab, selama ini tidak termanfaatkan dengan baik karena terbuai impor, termasuk para petaninya.
"Karena impor banyak, mereka enggak berminat (menanam kedelai; red), hanya yang biasa menanam kedelai saja yang menanam," ujarnya saat ditemui pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Pertanian Nasional (Musrenbangtan) di Auditorium Kementan, Senin (21/5).
Saat ini Kementan berupaya memperbaiki infrastruktur yang ada dan mengedukasi para petani untuk kembali menanam kedelai. Bantuan pun diberikan berupa perbenihan, sertifikasi dan sebagainya.
Termasuk mengembangkan sistem pertanaman jagung-kedelai, padi-kedelai, kedelai di pematang ataupun pola pertanaman kedelai dengan tebu. "Itu cara kita mendorong supaya kedelai itu menjadi komoditas tambahan bagi petani," kata dia.
Menurutnya, jika hanya menanam kedelai saja, petani tidak bersemangat. Beberapa kabupaten potensial untuk pertanaman kedelai adalah Sumenep dan Grobogan yang diharapkan bisa menjadi sumber benih dan contoh budidaya kedelai.
Selain dua kabupaten tersebut, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan juga cukup baik untuk ditanami kedelai.
Tahun ini Kementan menargetkan minimal produksi tercapai 2,6 juta hingga 2,7 juta ton. Sementara angka kebutuhan kedelai nasional sebesar 2,9 juta hingga 3 juta ton. Angka ini cukup tinggi mengingat kebutuhan kedelai yang semakin beragam, bukan hanya tempe tapi juga susu dan makanan bayi.
Gatot mengakui belum tercukupinya kebutuhan tersebut membuat pemerintah melakukan impor. Hingga"Kita tidak antiimpor," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2017, jumlah impor komoditas ini sebanyak 207,8 ribu ton dengan nilai 92,6 juta dolar AS. Pada April 2017 angka ini mengalami peningkatan dengan volume menjadi 242,2 ribu ton senilai 108 juta dolar AS.
Sementara itu, pelemahan rupiah membuat harga pangan yang berbahan baku kedelai akan naik. "Yang paling sederhana itu pabrik tahu dan tempe. Kedelai sebagian besar masih kita impor," ujar Wakil Ketua Umum gabungan pengusaha makanan dan minuman Indonesia (Gapmmi) Rachmat Hidayat, saat dihubungi Republika.co.id, beberapa waktu lalu.
Selain pabrik tahu dan tempe, sektor industri makanan lain yang juga masih bergantung pada bahan baku impor yaitu pabrik mie instan. Bahan baku mie instan, yakni gandum, tak bisa ditanam di dalam negeri