REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Timor Leste dan Australia telah menandatangani sebuah perjanjian di PBB yang menetapkan batas maritim mereka untuk pertama kalinya. Dari perjanjian itu mereka membuat kesepakatan untuk membagikan sekitar 65 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 849 triliun, potensi pendapatan dari ladang gas Greater Sunrise di Laut Timor.
Bagi Timor Leste yang miskin, dengan populasi hanya 1,3 juta penduduk, pengembangan ladang migas ini sangat penting. Sebab ini merupakan sumber pendapatan utamanya sejak 2004. Dilansir laman Reuters, Rabu (7/3), Ladang gas Bayu Undan, akan kehabisan gas pada tahun 2022.
Penandatanganan perjanjian di New York pada hari Selasa (6/3), menandai konsiliasi pertama di bawah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Hukum Laut (UNCLOS). Pada harga pasar saat ini, cadangan Greater Sunrise akan bernilai lebih dari 23 kali Produk Domestik Bruto (PDB) tahunan Timor Leste sebesar 2,8 miliar dolar AS. Pengembangan cadangan migas ini telah tertahan oleh perselisihan perbatasan maritim antara Australia dan Timor Timur.
"Perjanjian ini merupakan langkah penting yang membuka jalan untuk mengembangkan sumber daya bersama yang kaya, ladang gas Greater Sunrise. Kami tahu sumber ini sangat penting bagi pembangunan Timor Leste," kata Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop, yang menandatangani perjanjian di New York dengan Wakil Menteri Timor Leste untuk Pembatasan Perbatasan Hermenegildo Augusto Cabral Pereira.
Namun, usaha patungan Greater Sunrise, yang dipimpin oleh Woodside Petroleum (WPL.AX) Australia, yang telah menjadi partai kunci dalam negosiasi yang telah berjalan lama, mengatakan bahwa pihaknya merasa kecewa karena perjanjian tersebut tidak berisi rencana pembangunan penuh untuk cadangan gas. Proses ini disebut-sebut tidak menghasilkan keselarasan pada konsep pembangunan.
Pihak Sunrise tidak menentukan apa yang mereka rasakan kurang dalam kesepakatan tersebut, namun kemungkinan besar Dili mendesak agar gas tersebut diproses di Timor Leste untuk penjualan di luar negeri. Sementara perusahaan patungan tersebut lebih memilih untuk menyalurkan gas ke Australia.
Berdasarkan ketentuan kesepakatan tersebut, Timor Leste akan memperoleh 70 persen pendapatan jika pemrosesan dilakukan di Timor Leste, dan 80 persen jika gas tersebut disalurkan ke Australia. Sebelumnya keuntungan dibagikan sama rata di bawah kesepakatan 2006 antara Timor Leste dan Australia.