REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri) bersama PT Xynexis International menyelenggarakan Digital Resilience Summit 2025 di Gedung Peruri, Jakarta, Rabu (10/9/2025). Forum ini mempertemukan pemimpin industri, pembuat kebijakan, akademisi, dan pakar teknologi untuk membahas isu strategis seperti keamanan siber, kecerdasan buatan (AI), komputasi kuantum, dan privasi data.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengapresiasi forum ini karena tidak sekadar membicarakan teknologi, tetapi juga arah masa depan bangsa. Kartika menekankan transformasi digital Indonesia berkembang pesat, dengan lebih dari 220 juta masyarakat terhubung internet pada 2024.
“Ini menjadikan kita salah satu komunitas digital terbesar di dunia. Nilai ekonomi digital Indonesia bahkan diperkenalkan mencapai 109 miliar dolar AS pada 2025, terbesar di Asia Tenggara,” ujarnya.
Namun, Kartika mengingatkan perkembangan tersebut diiringi ancaman serius. Serangan siber kini makin masif dan menyasar sektor perbankan, kesehatan, energi, hingga pemerintahan.
“Ancaman ini bisa mengganggu layanan lembaga dan perusahaan yang berisiko pada reputasi maupun keuangan. Kita harus membangun ekosistem digital yang tangguh agar siap menghadapi serangan masa depan,” tegasnya.
Direktur Utama Peruri Dwina Septiani Wijaya menilai forum ini menjadi momentum strategis untuk memposisikan Peruri sebagai pemimpin di bidang keamanan siber dan transformasi digital nasional.
“Era disrupsi digital yang kompleks dan penuh risiko menuntut pendekatan kolaboratif lintas sektor. Summit ini kami hadirkan bersama Xynexis untuk memperkuat ketahanan digital Indonesia,” kata Dwina.
Menurut Dwina, perkembangan teknologi di bidang AI, komputasi kuantum, hingga keamanan siber menghadirkan peluang besar sekaligus tantangan. “Summit ini menjadi simbol komitmen kolektif membangun kesiapan digital Indonesia yang inklusif, inovatif, dan tangguh,” lanjutnya.
CEO Xynexis International Eva Noor menegaskan tema utama acara, “Integrating Cybersecurity, AI, Quantum & Privacy for Enterprise Resilience”, fokus pada empat isu kunci yang harus ditangani secara terintegrasi. “Keamanan siber atau teknologi AI ada peluang, ada ancaman juga. Jadi kita mau tahu sejauh mana Indonesia sudah siap,” ujarnya.
Eva menjelaskan, empat isu utama mulai dari AI, serangan siber, kuantum, hingga privasi data harus dibahas bersama agar tercipta solusi nyata. “Tujuan utama kita berkumpul dua hari ini agar pemerintah, industri, akademisi, dan komunitas bisa berbagi dan mencari solusi supaya Indonesia benar-benar punya ketahanan digital,” kata Eva.
Deputi II Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Mayjen TNI Bondan Widiawan yang turut hadir menyebut transformasi digital adalah keharusan, bukan pilihan. “Jika kita tidak mengikuti perkembangan ini, kita akan ketinggalan relevansi. Quantum adalah teknologi masa depan yang tahan dari serangan siber,” kata Bondan.
Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko menambahkan, Indonesia perlu bertransformasi dari bangsa penikmat teknologi menjadi bangsa penghasil teknologi. “Hal ini untuk menciptakan ekosistem inovasi serta mengembangkan data sebagai sumber daya penting bagi kemajuan bangsa,” ujar Budiman.