Rabu 03 Dec 2025 17:53 WIB

Skema Reformasi Danantara Dinilai Perlu Beri Porsi Lebih Besar bagi Daerah

Pemerintah daerah perlu bersiap merespons perubahan struktur investasi.

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Satria K Yudha
Kegiatan diskusi Peta Baru Ekonomi Pasca Reformasi BUMN.
Foto: Istimewa
Kegiatan diskusi Peta Baru Ekonomi Pasca Reformasi BUMN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti kebijakan publik menilai skema reformasi Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara perlu memastikan daerah tidak hanya menjadi objek, melainkan memperoleh porsi manfaat yang lebih besar dari pengelolaan aset dan investasi BUMN. Masukan tersebut mengemuka dalam Round Table Discussion Nagara Institute bertema “Peta Baru Ekonomi Pasca Reformasi BUMN: Jawa Timur Dapat Apa?”.

Peneliti Nagara Institute Edi Sewandono menilai mandat baru Danantara belum menunjukkan arah kebijakan yang terstruktur untuk daerah. Ia menyoroti banyak aset BUMN di daerah yang belum dioptimalkan, khususnya milik BUMN yang kinerjanya melemah. “Aset-aset tersebut dapat dikerjasamakan dengan pemerintah daerah. Daerah jangan hanya menjadi objek, tetapi harus menjadi subjek yang ikut memiliki share dalam pengelolaan aset BUMN,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (3/12/2025).

Baca Juga

Edi juga menyoroti skema bagi hasil sejumlah proyek besar belum memberi porsi memadai bagi daerah sebagai pemilik wilayah dan penyedia infrastruktur pendukung. Ia merujuk pada contoh aset pelabuhan maupun industri di Tuban.

Sementara itu, ekonom FEB Unair Imron Mawardi menekankan pentingnya kesiapan pemerintah daerah merespons perubahan struktur investasi.

“Pemerintah daerah, termasuk Surabaya, sudah memiliki perencanaan. Kalau ada dananya, pembangunan kota bisa lebih cepat,” kata Imron.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak menekankan reformasi BUMN dan hadirnya Danantara harus menghasilkan manfaat terukur bagi ekonomi Jawa Timur. Emil menyebut reformasi ini menciptakan dua motor ekonomi, yakni kegiatan bisnis BUMN yang berjalan di daerah dan investasi Danantara yang bersumber dari dividen BUMN.

“Banyak BUMN besar beroperasi di Jawa Timur. Karena itu, kami berharap reformasi ini memperluas serapan tenaga kerja, meningkatkan investasi, serta mempercepat transformasi ekonomi sektor pangan hingga energi,” ujar Emil.

Ia mencontohkan peluang sinergi dengan sektor pertanian, peternakan, proyek waste-to-energy di Malang Raya, dan program SGN yang menyerap hasil panen petani tebu.

Emil berharap Danantara memperluas ruang kolaborasi dengan pemerintah daerah dan dunia usaha di Jawa Timur. “Harapan kami sederhana, yaitu memperbanyak ruang sinergi, baik melalui BUMN maupun jalur investasinya,” katanya.

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengingatkan Danantara agar tidak memasuki sektor yang sudah dikelola swasta secara efisien, seperti perhotelan dan real estat. Ia menilai fungsi strategis Danantara terletak pada investasi di sektor yang membutuhkan teknologi tinggi atau kurang diminati swasta. “Masuklah ke sektor seperti waste-to-energy atau bahan baku kimia dasar. Di situlah nilai strategisnya,” ujarnya.

Misbakhun menjelaskan BUMN menghasilkan laba lebih dari Rp300 triliun dan sekitar Rp80–90 triliun di antaranya dialihkan menjadi modal Danantara. Dana ini, menurutnya, berperan penting dalam pembentukan modal tetap bruto yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Direktur Eksekutif Nagara Institute Akbar Faizal menyatakan forum ini menjadi ruang independen untuk menguji apakah reformasi BUMN dan pembentukan Danantara merupakan langkah maju atau justru menghadirkan tantangan baru. “Sebuah buku berisi kajian dan rekomendasi akan kami serahkan kepada Presiden dan Danantara sebagai tawaran ide,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement