REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Analis Bank Woori Saudara, Rully Nova, memperkirakan nilai tukar rupiah akan melemah seiring investor bersikap wait and see menanti rilis data inflasi Amerika Serikat (AS).
“Rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan melemah di kisaran Rp16.450–Rp16.550, dipengaruhi faktor global yakni kenaikan indeks dolar yang signifikan sehubungan dengan sikap wait and see terhadap data inflasi AS yang akan dirilis malam ini. Hasil data tersebut akan mempengaruhi keputusan The Fed terkait suku bunga besok,” kata Rully kepada Antara di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Data inflasi AS bulan Agustus diprediksi mencapai 2,9 persen, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,7 persen. Rully menambahkan, pelaku pasar masih optimistis prospek penurunan suku bunga hingga tiga kali sampai akhir tahun ini apabila inflasi AS membaik.
“Penurunan bisa sampai 50 bps (basis points). Jika inflasi memburuk, tetap ada penurunan bunga bulan ini, hanya 25 bps karena pasar tenaga kerja yang mulai mendingin,” ujarnya.
Dari sisi domestik, pasar masih dibayangi aksi jual yang melanda obligasi negara akibat keraguan pelaku pasar terhadap kapasitas Menteri Keuangan baru dalam mengelola risiko fiskal. Hingga Selasa (9/9/2025), net foreign sell di pasar obligasi tercatat mencapai Rp18,6 triliun.
Senada, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menilai kondisi dalam negeri masih dibayangi sentimen negatif akibat pergantian Menkeu. “Transisi di Kementerian Keuangan memberikan sentimen negatif ke pasar. Pasar ingin melihat kemampuan Menteri Keuangan yang baru,” kata Ariston.
Di sisi lain, dolar AS dinyatakan sedang mengalami tekanan seiring ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada bulan ini. “Ada peluang rupiah masih bisa tertekan dan terbatas di area Rp16.480, dengan potensi support di sekitar Rp16.380,” ujarnya.