Jumat 19 Jan 2018 15:50 WIB

Ini Jawaban Ekonom Senior atas Pertanyaan Presiden Jokowi

Presiden Jokowi ingin lari cepat, pembantu presiden justru ikat kaki pengusaha

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)
Foto: Republika/Edi Yusuf
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Senior  The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Dradjad Wibowo memberi jawaban keluhan Presiden Joko Widodo atas lambatnya ekonomi Indonesia. Menurutnya, para pembantu presiden telah membuat pengusaha 'sesak nafas'.

"Pak Presiden, perekonomian tidak bisa lari kencang itu karena seperti orang yang diikat. Pengikatnya: rantai besi yang ditambah beban belasan kilo," kata Dradjad, kepada Republika.co.id, Jumat (19/1).

Baca: Keluh Kesah Jokowi Melihat Perekonomian Indonesia

Dradjad menyebut orang yang mengikat kaki justru beberapa menteri dan birokrat pembantu Presiden. Menurutnya, tidak sedikit langkah Pemerintah yang justru kontraproduktif, bahkan anti-bisnis. Akibatnya, indikator makro kelihatan lumayan, tapi pertumbuhan dan pemerataan terhambat.

"Saya katakan makro lumayan, bukan sehat sekali. Karena, saya bandingkan dengan pesatnya perekonomian global tahun 2017.

China misalkan, meskipun rasio utangnya sudah 234% PDB, pertumbuhan ekonominya melebihi ekspektasi, mencapai 6,9% tahun 2017. Singapura tumbuh 3,5%, atau hampir dua kali lipat dari perkiraan awal tahun. Bahkan pada kuartal 3/2017 ekonomi Singapura tumbuh 5,2%," ungkap Dradjad.

Lalu apa contoh langkah yang kontraproduktif, bahkan anti-bisnis?. Dradjad mengatakan, keluhan yang paling sering ia dengar adalah masalah pajak.

Dikatakannya, banyak pebisnis yang menyesal ikut pengampunan pajak, karena sekarang mereka justru dikejar-kejar. Apalagi ditambah ucapan menakutkan dari menteri dan dirjen.

"Jadi, mereka menahan realisasi modal investasi dan modal kerja. Bahkan para investor pembeli properti pun menahan diri. Akibatnya, mulai dari pengembang hingga tukang ikut terkena," ungkapnya.

Keluhan lain, lanjut Dradjad, tidak sedikit menteri yang senang mengambil langkah populis, tapi justru menimbulkan ketidakpastian investasi. "Saya tidak enak merincinya. Tapi ini terjadi pada industri pendukung infrastruktur seperti semen, hingga sektor berbasis sumber alam seperti mineral, hutan, laut dan pangan, maupun jasa," papar anggota Dewan Kehormatan PAN ini.

Perbankan tidak bisa disalahkan begitu saja. Kalau mereka melihat debitur jalan di tempat, terpaksa kredit ditahan. Jika tidak, kredit macet bisa meledak.

Ketiga, kata Dradjad, banyak eksportir yang diserang di luar negeri, tapi pemerintah tidak aktif dan efektif membantu.

Keempat, memang kata EODB, kemudahan berusaha di Indonesia membaik. Faktanya di lapangan, masih sama saja. Sengketa perdata tetap rumit dan perlu sogokan besar. Ijin tanah tetap susah, banyak SK perijinan yang tumpang tindih.

Gampangnya, kta Dradjad, di satu sisi Presiden Jokowi, memerintahkan pebisnis berlari kencang. Di sisi lain, pembantu Presiden membuat mereka sesak nafas.

"Tahun 2018 dunia diperkirakan semakin membaik. Jika terus seperti di atas, Indonesia bisa kehilangan momentum lagi seperti tahun 2017," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement