Senin 15 Jan 2018 17:29 WIB

Aliansi Petani Sebut Stok Beras Cukup, tak Perlu Impor

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Harga Beras Naik. Pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/1).
Foto: Republika/ Wihdan
Harga Beras Naik. Pembeli memilih beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Kamis (11/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Petani Indonesia (API) menilai pemerintah tidak perlu melakukan impor beras karena stok beras saat ini dinilai cukup. Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia, M Nuruddin menilai cadangan beras pemerintah (CBP) di Bulog yang sebesar 1 juta ton seharusnya cukup hingga masa panen raya dimulai pada Februari mendatang.

"Cadangan beras pemerintah yang sekitar 1 juta ton sebetulnya tidak mengkhawatirkan, karena di Februari sudah ada lagi beras dari hasil panen musim tanam pertama ini. Kalau impor nanti akan memukul harga tingkat petani," ujar Nuruddin kepada Republika.co.id, Senin (15/1).

Menurut Nuruddin, para petani tentunya berharap mendapatkan harga yang bagus. Namun di puncak musim hujan, petani tidak mendapatkan keuntungan dan harga Gabah Kering Panen (GKP) hanya sekitar Rp 3.000- 3.200 per kilogram. Sedangkan pedagang akan mengalokasikan dana lebih untuk pengolahan, penjemuran, pengeringan menggunakan teknologi. Dengan demikian, harga mahal diterima oleh pedagang, bukan petani.

Meskipun beras yang akan diimpor adalah beras khusus, kata Nuruddin, ini tetap akan berpengaruh ke harga di tingkat petani. Ia menjelaskan, beras khusus tersebut merupakan jenis premium aromatik seperti beras pandan wangi Cianjur.

Beras khusus umumnya untuk kebutuhan pasar khusus, kelas menengah atas, dan rumah sakit. Namun karena harganya lebih murah dibandingkan harga beras medium nasional, maka tentunya ini juga bisa dibeli konsumen kelas menengah.

"Harapannya operasi pasar oleh satgas pangan dapat menekan laju gejolak harga, mudah- mudahan harganya bisa turun," katanya.

Di sisi lain, ia menilai Kementerian Perdagangan terlalu terburu- buru mengeluarkan harga eceran tertinggi (HET). Pemerintah seharusnya memperhatikan gejolak harga dari tingkat petani. "Harga referensi jangan pemerintah, tetapi harusnya dari referensi pasar induk beras seperti Cipinang," katanya.

Baca juga: Bulog Kucurkan Rp 15 Triliun untuk Impor Beras

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement