Kamis 12 Oct 2017 14:53 WIB

Dewan Energi Nasional Rekomendasikan Penerapan Biopertamax

Red: Nur Aini
Pengendara motor mengisi bahan bakar di SPBU, Jakarta (ilustrasi).
Foto: ANTARA
Pengendara motor mengisi bahan bakar di SPBU, Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Energi Nasional (DEN) mengajak PT Pertamina (Persero) dan Kementerian Keuangan untuk mengkaji penerapan biopertamax.

"Untuk biopertamax, jadi nanti bisa ada nozzle-nya dan sebagainya di SPBU. Jadi itu khusus untuk biopertamax. Biopertamax itu menggunakan ethanol. Jadi termasuk dalam program yang entah E5, E10, dan seterusnya," kata Anggota DEN Syamsir Abduh di Jakarta, Kamis (12/10).

Syamsir menjelaskan bahwa pengembangan biopertamax sudah didiskusikan dengan PT Pertamina yang menyatakan siap mendukung program dari pemerintah. Namun, untuk penerapan teknis perlu melibatkan lembaga, swasta, dan kementerian terkait lainnya khususnya dengan Kementerian Keuangan untuk dapat memberikan insentif.

Menurut dia, perlunya pemberian insentif karena setelah melakukan proses kajian awal, biopertamax harganya diproyeksikan bisa lebih tinggi dari Pertamax. Untuk itu agar margin harga tidak terlalu tinggi dibutuhkan insentif supaya tetap tidak memberatkan konsumen.

Secara teknis, yang dapat dicampur dengan etanol adalah BBM yang memiliki RON 92 ke atas. Sehingga yang memungkinkan diaplikasikan pada jenis Pertamax. Persentase porsi campuran dengan bahan bakar nabati nantinya masih akan didiskusikan lagi dengan pihak Pertamina.

Ia menyampaikan jika margin harga antara Rp 50 atau tidak jauh dari Rp 100 masih logis serta tidak memberatkan masyarakat. Namun, jika jauh dari proyeksi tersebut berarti tetap membutuhkan insentif dari Kemenkeu.

Sementara Sekjen DEN, Saleh Abdurrahman menjelaskan hal yang sama bahwa kemungkinan margin harga antara Rp 1.000 sampai Rp 2.000 maka perlu kajian untuk memberikan insentif. Oleh karena melibatkan banyak kepentingan maka Sekjen DEN akan mengajak semua yang terlibat dalam implementasi biopertamax untuk berdiskusi dalam mengkaji pengembangannya, dari mulai Pertamina, Kemenkeu, hingga Gaikindo. Alur penerapannya direncanakan seperti biodiesel, di mana akan ada skema PSO melalui Pertamina dan distributornya, lama-lama akan ada biopertamax yang non-PSO.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement