Kamis 09 Feb 2017 17:00 WIB

Kementan Dorong Indonesia Ekspor Daging Ayam ke Jepang

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang daging ayam  di pasar tradisional. ilustrasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pedagang daging ayam di pasar tradisional. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong daging ayam dan susu cair tembus ke pasar internasional. Indonesia ingin kembali merebut pasar unggas global setelah sebelumnya terhenti akibat penyakit flu burung.

“Kita sedang mengupayakan agar beberapa unit usaha pengolahan daging ayam dapat kembali memperoleh persetujuan dari Pemerintah Jepang dan segera merealisasikan ekspor daging ayam olahan ke Jepang," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita, Kamis (9/2).

Upaya mengekspor daging ayam ke luar negeri ini sudah mulai dilakukan sejak 2014. Saat itu pemerintah Jepang telah menyetujui empat unit usaha pengolahan daging ayam untuk mengekspor daging ayam olahan ke negaranya.

Keempat unit usaha tersebut yakni PT Malindo Food Delight Plant Bekasi, PT So Good Food Plant Cikupa, PT Charoen Pokphand Plant Serang dan PT Bellfood Plant Gunung Putri. Ekspor akan dilakukan dalam bentuk daging ayam olahan setelah melalui proses pemanasan di atas 70 derajat Celsius selama lebih dari 1 menit.

Hal ini perlu dilakukan karena Indonesia belum dinyatakan bebas penyakit AI atau Avian Influenza. "Maka Indonesia tidak dapat mengekspor daging ayam dalam bentuk segar dingin atau beku," ujarnya. 

Sebelum tahun 2003, Indonesia telah mengekspor daging ayam segar dingin dan beku ke beberapa negara antara lain Jepang dan Timur Tengah. Namun munculnya wabah Penyakit AI pada 2003 menyebabkan pasar ekspor daging ayam Indonesia terhenti.

Tidak mudah untuk kembali menembus pasar global. Untuk mendapatkan persetujuan dari negara calon pengimpor, ayam hidup yang akan diekspor harus berasal dari peternakan ayam yang telah mendapatkan sertifikat kompartemen bebas AI dari Kementerian Pertanian. 

Untuk itu, sejak 5 Februari 2017 tim auditor dari Kementerian Pertanian Jepang telah datang ke Indonesia untuk melakukan audit surveilans ke empat unit usaha yang telah disetujui tersebut. Selain itu, mereka juga melakukan audit di PT Cahaya Gunung Food Plant Boyolali. Perusahaan tersebut merupakan salah satu unit usaha baru yang telah diusulkan oleh pemerintah Indonesia pada 2015 lalu.

Nantinya audit akan kembali dilakukan. Sebab sesuai protokol kesehatan hewan yang telah disepakati antara Kementerian Pertanian Indonesia dan Kementerian Pertanian Jepang, setiap unit usaha yang telah disetujui oleh Pemerintah Jepang harus dilakukan audit ulang tiap 2 tahun sekali. 

Audit ulang tersebut dilakukan  untuk memastikan standar keamanan pangan yang disyaratkan pemerintah Jepang  terus terpenuhi. Jika perusahaan di Boyolali tersebut disetujui Pemerintah Jepang, itu artinya total unit usaha pengolahan daging yang disetujui sebanyak lima unit usaha. 

"Saya sangat berharap dengan disetujuinya kelima unit usaha ini, maka Indonesia dapat segera mengekspor produk olahan daging ayam bukan saja ke Jepang yang terkenal dengan persyaratan keamanan pangannya tetapi juga dapat menembus ke negara-negara lainnya seperti Singapura, Malaysia, Timor Leste, dan sebagainya," ujar Ketut.

Saat ini, produk pangan asal unggas masih menjadi bahan pangan yang sangat diminati masyarakat luas, bukan hanya di Indonesia tetapi juga hampir di seluruh negara dunia karena tinggi kandungan gizi dan harga yang relatif terjangkau. Produksi ayam ras nasional di Indonesia saat ini mengalami surplus. 

Konsumsi masyarakat terhadap daging ayam masih sekitar 10 kilogram per kapita per tahun. Berdasarkan data Statistik Peternakan tahun 2016, populasi ayam ras pedaging (broiler) mencapai 1,59 juta ekor, 162 ribu ekor ayam ras petelur (layer) dan ayam bukan ras (buras) mencapai 299 ribu ekor atau mengalami peningkatan sekitar 4,2 persen dari populasi pada tahun 2015. 

Produksi daging unggas sendiri menyumbang 83 persen dari penyediaan daging nasional, sedangkan produksi daging ayam ras menyumbang 66 persen dari penyediaan daging nasional. 

Ia menjelaskan, ada kendala yang dihadapi terkait unggas di tanah air yakni harga ayam hidup dan daging ayam yang sangat fluktuatif. "Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengendalikan harga ini adalah dengan membuka pasar di luar negeri,” ungkapnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement