REPUBLIKA.CO.ID, PATI -- Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendorong dilakukannya pengembangan garam cair sebagai alternatif dari garam berbentuk kristal yang selama ini dikonsumsi masyarakat. Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti Purwadi, mengatakan apabila garam cair untuk konsumsi dapat diproduksi secara massal, maka akan ada biaya dalam jumlah besar yang dapat dihemat.
Dengan cara ini, menurutnya, proses produksi jadi lebih singkat sebab petani tak perlu lagi memadatkan garam dari bentuk cair hingga mengkristal. "Saya membayangkan akan ada penghematan cost yang besar," kata Brahmantya, saat meresmikan Gudang Garam Nasional Pati, Jumat (27/1).
Saat ini, garam cair baru digunakan untuk industri kimia. Ia berharap ke depan garam cair dapat dipakai untuk konsumsi masyarakat luas.
Industri garam sendiri sangat dipengaruhi oleh cuaca. Sebab, petani tradisional memproduksi garam dengan cara penguapan melalui bantuan sinar matahari di tambak-tambak garam. Jika intensitas hujan tinggi, maka petani garam akan gagal panen.
Salah satu kabupaten penghasil garam di Indonesia, Pati, memproduksi 381.704 ton garam selama 2016. Namun, di 2016 saat terjadi kemarau basah, produksi garam Pati merosot tajam ke angka 16.800 ton.
Salah satu daerah penghasil garam di Kabupaten Pati, Desa Raci, memiliki 750 hektare lahan garam. Kepala Desa Raci Mamik Eko Trimurti mengatakan sekitar 80 persen dari penduduk desanya adalah petambak garam.
Namun begitu, kata dia, apabila terjadi anomali cuaca yang menyebabkan garam gagal panen, maka petani akan langsung mengalihfungsikan lahan-lahan garam mereka menjadi tambak bandeng atau udang.
Menurut Mamik, dari segi ekonomis tambak garam lebih menguntungkan bagi petani karena biaya operasionalnya rendah. "Kalau tambak bandeng modalnya besar. Harus beli bibit sama pakan ikan," ujarnya.