REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perekonomian Indonesia mengalami perlambatan, dengan angka pertumbuhan pada kuartal III 2016 ini sebesar 5,02 persen. Angka ini menurun dibanding pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini yang tercatat 5,19 persen. Kondisi ini dinilai dipengaruhi konsumsi pemerintah pusat yang menurun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi yang disumbang oleh konsumsi pemerintah pusat justru menunjukkan pertumbuhan negatif lantaran adanya penundaan dan pemotongan belanja pemerintah. Sri menegaskan, proyeksi pemerintah atas adanya shortfall penerimaan pajak sebesar Rp 218 triliun tahun ini membuat keputusan penghematan anggaran sebesar Rp 165 triliun dinilai tepat. Selain itu, adanya program amnesti pajak juga disebut menyedot dana di masyarakat untuk pembayaran uang tebusan.
"Baik di pusat atau daerah. Dampaknya kelihatan di kuartal ketiga ini kontribusi pemerintah negatif. Karena banyak kementerian dan lembaga melakukan penundaan atau penyesuaian dari sisi belanjanya," ujar Sri di Jakarta, Senin (7/11).
Namun, Sri menilai justru sisi ekspor dan impor yang anjlok tajam harus lebih diwaspadai dibanding penurunan konstribusi konsumsi pemerintah. Alasannya, penurunan kinerja ekspor dan impor akan berimbas pada penurunan penerimaan perpajakan termasuk PPN dan PPh. Di sisi lain pemerintah masih akan mengandalkan mesin pertumbuhan yakni investasi yang masih menunjukkan pertumbuhan positif kuartal ini.
"Saya hanya ingin katakan bahwa ini confirm bahwa ekonomi kita denyutnya memang melemah," ujar Sri.
Sri melanjutkan, pemerintah masih memiliki harapan akan adanya kenaikan pertumbuhan ekonomi di kuartal keempat mendatang dengan adanya akselerasi belanja jelang akhir tahun anggaran. Bahkan, serapan anggaran untuk masing-masing kementerian dan lembaga ditarget di atas 95 persen. Serapan yang besar, kata Sri, diyakini bisa mendongkrak konsumsi dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).