Kamis 01 Sep 2016 09:04 WIB

Pemerintah Nilai Angka Kemiskinan Sulit Turun ke Bawah 9 Persen

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Salah satu potret kemiskinan di ibukota (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mematok target penurunan angka kemiskinan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 di kisaran 9,5 hingga 10,5 persen. Pemasangan target angka kemiskinan tahun ini lebih longgar dari target dalam APBN 2016 sebesar sembilan persen hingga 10 persen. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro menyebutkan dari target yang dipasang tahun lalu, realisasi tahun ini baru 10,6 persen.

Bambang menyebutkan bahwa belum maksimalnya penurunan angka kemiskinan sejalan dengan belum stabilnya perekonomian nasional. "Karena masalah pertumbuhan ekonomi tidak setinggi yang diharapkan, termasuk pengaruh inflasi," kata Bambang.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menyebutkan bahwa capaian angka kemiskinan di rentang 10 hingga 11 persen sudah menunjukkan perbaikan ekonomi, meski belum begitu tinggi. Menurutnya, penurunan angka kemiskinan akan sulit secara drastis terjun ke level di bawah sembilan persen. Sehingga target yang dipatok oleh pemerintahan saat ini mengenai angka kemiskinan di tahun depan cukup realistis.

Sulitnya angka kemiskinan untuk turun, menurut Suryamin, lantaran masih banyaknya ketidakstabilan ekonomi rumah tangga yang dialami oleh kelompok "perbatasan". Suryamin menyebut kelompok ini termasuk pekerja di sektor pertanian dan buruh yang periode kerjanya tidak menerus. Pemasukan yang tidak stabil lantas membuat konsumsi melemah dan ujungnya adalah angka kemiskinan yang tidak membaik secara signifikan.  

"Kemiskinan di angka 10-11 persen itu agak susah diturunkan secara drastis. Karena sudah mencapai lapisan intinya. Lapisan kerak. Mereka yang pekerjaannya tidak tetap, gajinya tidak seberapa," kata Suryamin ditemui di Kantor OJK, Rabu (31/8).

Suryamin menjelaskan bahwa pada dasarnya angka kemiskinan secara dominan dipengaruhi oleh dua hal yakni pendapatan masyarakat dan dinamika nilai inflasi. Ia mengungkapkan, pendapatan yang berkurang akan menambah kemiskinan, sedangkan lonjakan inflasi juga berpengaruh pada kenaikan harga kebutuhan pokok.

"Yang diharapkan pendapatan naik, inflasi rendah. Pendapatan naik 10 persen misalnya, inflasi turun turun persen misalnya itu kita masih punya keuntungan, daya beli meningkat. Bisa jadi itu yang bawah keluar dari garis kemiskinan," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement