REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Jumat sore (20/5) melemah 145 poin menjadi Rp 13.632 dibandingkan posisi sebelumnya di posisi Rp 13.487 per dolar AS.
"Sentimen eksternal mengenai potensi bank sentral Amerika Serikat (the Fed) menaikkan suku bunga acuannya menjadi faktor utama yang menekan mata uang rupiah cukup dalam terhadap dolar AS," ujar analis pasar uang Bank Mandiri Renny Eka Putri, di Jakarta.
Ia mengemukakan, kalangan pengamat memproyeksikan the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya pada Juni 2016 nanti setelah data-data ekonomi Amerika Serikat dilansir, seperti klaim pengangguran yang cenderung menurun serta inflasi yang mendekati target dua persen. Departemen Tenaga Kerja AS merilis, pada pekan yang berakhir 14 Mei, angka pendahuluan untuk klaim pengangguran awal disesuaikan secara musiman mencapai 278 ribu, turun 16 ribu dari tingkat di revisi pekan sebelumnya.
Di sisi lain, Renny mengatakan bahwa Bank Indonesia yang memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional untuk 2016 dari kisaran 5,2-5,6 persen menjadi sekitar 5-5,4 persen turut memengaruhi laju rupiah. "Dua faktor dari the Fed dan BI itu yang cukup dominan memengaruhi fluktuasi rupiah. Namun, sentimen the Fed lebih mendominasi karena efeknya mengglobal," katanya.
Ia berharap Bank Indonesia melakukan intervensi agar depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak terlalu dalam hingga mengganggu laju pertumbuhan ekonomi ke depannya. Di sisi lain, kata dia, adanya harapan perbaikan peringkat Indonesia dari Standard and Poor's (S&P) menjadi layak investasi atau investment grade juga diharapkan dapat menahan tekanan rupiah lebih dalam.
Sementara, dalam kurs tengah Bank Indonesia (BI) pada Jumat (20/5), nilai tukar rupiah bergerak melemah menjadi Rp 13.573 dibandingkan level sebelumnya pada Kamis (19/5) di posisi Rp 13.467 per dolar AS.