Senin 18 Apr 2016 14:36 WIB

Respons Terhadap Paket Kebijakan Ekonomi Dinilai Belum Sesuai Harapan

Red: Nur Aini
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) meninggalkan tempat usai memaparkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XI di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/3).
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Menko Perekonomian Darmin Nasution (tengah) bersama Sekretaris Kabinet Pramono Anung (kanan) meninggalkan tempat usai memaparkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XI di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (29/3).

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Pemerintah memandang respons pengusaha terhadap 11 paket kebijakan ekonomi yang sudah dikeluarkan masih belum sesuai harapan.

"Ini yang menjadi pertanyaan pemerintah, kenapa respon dari pengusaha tidak terlalu signifikan. Padahal, sudah 11 paket kebijakan yang dikeluarkan dan didongkrak juga dengan pembangunan infrastruktur," kata Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian Eddy Putra Irawady di Palembang, Senin (18/4).

Untuk itu, pemerintah di tingkat pusat menilai sangat perlu dilakukan pengecekan ke tingkat bawah yakni ke pemerintah kabupaten/kota mengenai implementasi dari paket kebijakan itu, seperti terkait perizinan, penyaluran Kredit Usaha Rakyat, dan lainnya. Ia mengemukakan, sejatinya pertemuan dengan mengundang 13 provinsi di Sumatera dan Jawa ini dimaksudkan agar mendapatkan jawaban mengenai apa yang sebenarnya terjadi di daerah.

Hal ini dinilai sangat penting agar pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren meningkat sejak kuartal IV/2015 dapat terjaga pada tahun ini karena pemerintah mematok target pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,1-5,3 persen.

Selain itu, untuk jangka panjang, pemerintah berkeinginan pertumbuhan sektor industri terdongkrak naik karena terus tergerus dalam dua dekade terakhir yakni hanya mampu tumbuh di kisaran 4-5 persen pada 2015. Padahal, menurut Eddy, Indonesia sempat mengalami masa keemasan industri pada 1994 yakni sektor nonmigas mengalami pertumbuhan 11 persen dan manufaktur 10,24 persen. Kini, industri hanya memberikan sedikit sumbangan dalam GDP negeri ini dengan serapan tenaga kerja yang cenderung menurun meski kenyataannya nilai investasi justru meningkat.

"Lantas bagaimana supaya Indonesia kembali ke tahun 1994, maka perlu adanya pembenahan di sektor industri. Apa-apa yang menghambat selama ini harus dibenahi, dan salah satunya melalui paket kebijakan," kata dia.

Selain mendorong dari dari sisi regulasi, industri dalam negeri juga didorong dengan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus, pembangunan pusat logistik, dan sejumlah kawasan industri baru, termasuk melirik sektor wisata untuk tambahan devisa negara. Namun, lantaran penyakit di bidang industri sudah menahun, maka tidak dapat dilakukan dengan cepat, contohnya perbaikan tata kelola perizinan usaha.

"Iklim investasi dan perdangangan Indonesia itu penuh ketidakpastian dan terlalu mahal. Jadi yang ada saat ini, banyak investor yang sudah masuk ke Indonesia masih menunda realisasi penanaman modalnya atau hanya membeli perusahaan yang ada. Perlu upaya serius untuk membenahi penyakit yang sudah berkarat ini," kata dia

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement