Jumat 23 Nov 2018 13:16 WIB

Asosiasi UMKM: Tunda Paket Kebijakan Ekonomi

Dikhawatirkan investor asing akan mengambil keuntungan semata.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolanda
Pengrajin mengupas kulit ubi kayu sebelum digoreng menjadi produk keripik ubi di sentra pengrajin kweipiki, Desa Saree, Kecamatan Saree, Kab, Aceh Besar, Aceh
Foto: Ampelsa/Antara Foto
Pengrajin mengupas kulit ubi kayu sebelum digoreng menjadi produk keripik ubi di sentra pengrajin kweipiki, Desa Saree, Kecamatan Saree, Kab, Aceh Besar, Aceh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun menganjurkan agar pemerintah menunda penerapan Paket Kebijakan XVI, khususnya yang terkait dengan UMKM. Sebab, ia masih meragukan kebijakan itu yang berpotensi mampu merugikan pelaku UMKM. 

Ikhsan memberikan contoh pada mata rantai usaha pengupasan kulit umbi-umbian. Saat ini, harga ibu sudah rusak oleh para tengkulak ke petani. Tiga tahun lalu, harga dapat mencapai Rp 2.000 sampai Rp 3.000 yang kini hanya di angka Rp 900.

"Apalagi, kalau investasi asing masuk dengan kepemilikan asing bisa sampai 100 persen?" ujarnya kepada Republika.co.id, Jumat (23/11). 

Ikhsan khawatir, melalui kebijakan baru ini, investor asing akan mengambil keuntungan semata tanpa memperhatikan kesejahteraan pelaku UMKM. Tidak sekadar itu, mereka berpotensi mengambil lahan untuk jaminan bahan baku umbi-umbian. 

Ikhsan menilai, relaksasi dana negatif investasi (DNI) tidak boleh diberikan kepada asing hingga 100 persen. Pemerintah seharusnya memahami, latar belakang usaha tersebut masuk dalam daftar DNI adalah agar porsi pelaku UMKM atau usaha rakyat besar yang mampu menguntungkan mereka. "Jika investasi asing masuk pada sektor tersebut, habislah usaha lokal dan pelaku UMKM hanya jadi penonton," ucapnya. 

Ikhsan menambahkan, alasan yang juga mendasar adalah jangan sampai terjadi kartel dalam melakukan usaha, yakni dengan menguasai hulu hingga hilir. Saat ini, hilir dan produksinya sudah dikuasai oleh label besar yang menggunakan umbi-umbian sebagai bahan baku. 

Kondisi ini juga terjadi pada usaha rajut renda yang kini dilakukan oleh usaha rumahan oleh komunitas ibu-ibu di tiap daerah. "Kalau nantinya direlaksasi, maka hilirnya pun mau dikuasai. Terus, UMKM dapat porsi apa," kata Ikhsan. 

Tidak hanya itu, Ikhsan menambahkan, relaksasi DNI dalam Kebijakan Ekonomi XVI berpotensi berdampak negatif terhadap pasar UMKM. Meski serapan tenaga kerja diprediksi akan membaik, pelaku UMKM tidak akan lagi punya pasar dan bersaing dengan perusahaan asing. 

Untuk menanggapi kebijakan pemerintah, Ikhsan menjelaskan, asosiasi akan meminta kepada pemerintah agar tidak menerapkannya. Khususnya, terkait investasi asing yang memiliki hubungan dengan porsi UMKM. 

Apabila asing dapat memiliki saham 100 persen dalam UMKM, Ikhsan menegaskan, pemerintah harus bisa memastikan investor akan menggaet UMKM atau organisasi-organisasi yang menaungi UMKM. Pelaku kecil ini harus diajak sebagai mitra agar porsi usaha atau keberpihakan kepada UMKM tetap terjaga. 

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan memastikan, pemerintah telah berkoordinasi dengan semua pihak sebelum menentukan paket kebijakan ekonomi yang baru. Di antaranya, pengusaha yang tentunya akan mendapatkan efek dari kebijakan. 

Luhut juga memastikan, kebijakan ini sudah dipikirkan oleh pemerintah secara matang agar tidak merugikan siapa pun. Khususnya, pelaku usaha dalam negeri yang berskala kecil maupun besar. "Kami juga tidak ingin merugikan masyarakat, siapa pun. Kami sudah pertimbangkan semuanya," ujarnya ketika ditemui usai acara Indonesia Economic Forum di Jakarta, Rabu (21/11). 

Luhut menambahkan, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution sudah memberikan penjelasan mengenai DNI. Keputusan ini juga tidak dilakukan secara terburu-buru, seperti anggapan beberapa kalangan. Menurutnya, pihak yang tidak setuju mungkin dikarenakan belum membaca kebijakan secara keseluruhan dan mendetil. 

Luhut menjelaskan, bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI murni karena minim investasi. "Contoh, ada investasi ratusan miliar masuk UMKM. Kenapa di situ nggak ada orang datang ya dikeluarin jadi boleh orang asing," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement