REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Adanya pelonggaran kebijakan moneter di awal tahun ini dinilai belum mampu mendongkrak pertumbuhan kredit dan laju pertumbuhan ekonomi di dua bulan terakhir ini. Hal ini ditandai dengan posisi kredit yang disalurkan perbankan pada akhir Februari 2016 tercatat sebesar Rp 3.996,6 triliun atau tumbuh 8,0 persen (yoy), melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,3 persen (yoy).
Data Bank Indonesia (BI) mencatat, perlambatan penyaluran kredit tersebut terutama terjadi pada Kredit Modal Kerja (KMK) dan Kredit Investasi (KI). KMK tercatat tumbuh sebesar Rp 1.825,9 triliun atau tumbuh 4,9 persen yoy lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya 6,9 persen yoy.
Sedangkan KI yang disalurkan perbankan pada Februari 2016 juga mengalami perlambatan dari 13,8 persen yoy menjadi 12,7 persen yoy. Secara sektoral perlambatan tersebut terutama terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian serta listrik, gas dan air yang tumbuh masing-masing 15,4 persen yoy, 16,6 persen yoy, melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 23 persen yoy dan 21,7 persen yoy.
Ekonom dari Kenta Insitute, Eric Sugandi menilai, penurunan kredit investasi di sektor pertambangan berkaitan dengan masih tertekannya harga komoditas. Penurunan dari bulan ke bulan (month to month) yang berakibat pada melambatnya pertumbuhan year on year.
"Sektor pertambangan melambat karena masih tertekannya harga komoditas. Tapi di luar sektor itu, banyak perusahaan yang di bulan Januari sudah meminjam cukup untuk investasi dan modal kerja. Sehingga di bulan Februari kebutuhan untuk meminjam tidak sebesar di Januari," jelas Eric Sugandi pada Republika.co.id, Ahad (3/4).
Oleh karena itu, kata Eric, terlalu dini untuk mengatakan, hal ini belum menjadi indikasi kuat refleksi dari perlambatan ekonomi di kuartal I-2016.
"Bahkan kami melihat pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun ini berada di angka lima persenan. Sedikit lebih baik dibandingkan kuartal IV pada tahun lalu," ujarnya.
Khusus untuk pertambangan, kata dia, harga komoditas yang tertekan mengakibatkan pinjaman di sektor pertambangan banyak yang turun dibandingkan tahun lalu. Apalagi, seperti pinjaman dalam bentuk sindikasi yang diberikan oleh beberapa bank. "Jumlahnya turun drastis dari tahun lalu," ujarnya.
Sementara itu, Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, masih rendahnya penyaluran kredit merupakan cermin dari masih melambatnya pergerakan ekonomi di kuartal pertama tahun 2016.
"Karena memang ada gap (rentang waktu) dari pelonggaran kebijakan moneter dengan stabilnya kurs terhadap aktivitas ekonomi, baru beberapa bulan ke depan (dampaknya) kita bisa lihat peningkatan aktivitas ekonomi. Makanya di kuartal I - 2016 ini, pencairan APBN yang akan membantu pertumbuhan di kuartal I - 2016," ujar Mirza di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (1/4).