Senin 17 Nov 2025 20:26 WIB

Ekonom: Industri Tambang Masih Jadi Pendorong Fiskal dan Ekonomi Daerah

Sektor pertambangan menjadi sektor terbesar kelima penyumbang PDB

Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID menyatakan memperkuat tata kelola pengelolaan produksi dan penjualan mineral serta batu bara secara terintegrasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kegiatan pertambangan dari hulu hingga hilir memberikan nilai tambah optimal bagi negara.
Foto: dok MIND ID
Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID menyatakan memperkuat tata kelola pengelolaan produksi dan penjualan mineral serta batu bara secara terintegrasi. Langkah ini dilakukan untuk memastikan kegiatan pertambangan dari hulu hingga hilir memberikan nilai tambah optimal bagi negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivitas industri tambang di berbagai wilayah penghasil mineral strategis dinilai tidak hanya menghasilkan komoditas, tetapi juga berperan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Kontribusi sektor ini tercermin dari sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional yang masih solid di kisaran 8,5 persen.

Ekonom Indef, Abra Talattov, menjelaskan bahwa pertambangan selama ini menjadi salah satu pilar struktur ekonomi Indonesia, terutama di daerah yang bergantung pada sumber daya mineral. Ia menekankan, dinamika sektor ini perlu menjadi perhatian karena memiliki pengaruh langsung terhadap kapasitas fiskal nasional dan daerah.

“Sektor pertambangan ini menjadi sektor terbesar kelima penyumbang PDB kita, kontribusinya sekitar 8,5 persen. Ada beberapa daerah yang sangat bergantung terhadap sumber daya mineral ini,” ujar Abra dalam sebuah diskusi bertema Tata Kelola Pertambangan untuk Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkelanjutan, berdasarkan rilis yang diterima Ahad (16/11/2025).

Dalam konteks tersebut, peran Holding Industri Pertambangan MIND ID sebagai induk perusahaan pengelola sumber daya mineral strategis dinilai terlihat jelas. Grup MIND ID menjadi penopang bagi penerimaan negara maupun daerah melalui perputaran barang dan jasa, rantai pasok lokal, serta kewajiban fiskal perusahaan.

Dampak ekonomi ini tampak di Papua Tengah. Aktivitas pertambangan mendukung fiskal Kabupaten Mimika sebesar Rp407,77 miliar, dengan total penerimaan daerah mencapai Rp5,8 triliun. Struktur penerimaan tersebut sebagian besar berasal dari aktivitas PT Freeport Indonesia dan kegiatan ekonomi turunan di sekitar wilayah operasionalnya.

Kontribusi serupa muncul di Sumatra Selatan, khususnya Kabupaten Muara Enim. Daerah ini menargetkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2025 sebesar Rp405,24 miliar, dengan realisasi Rp223,19 miliar hingga Agustus 2025. Sebagian besar penerimaan tersebut berkaitan dengan kegiatan pertambangan, mulai dari pajak air permukaan, logistik, transportasi, hingga retribusi usaha pendukung rantai pasok batu bara.

Di Kepulauan Bangka Belitung, aktivitas pertambangan timah turut membentuk struktur PAD provinsi. Pemerintah daerah telah menyepakati PAD perubahan 2024 sebesar Rp2,4 triliun, yang sebagian besar bersumber dari pajak daerah dan geliat ekonomi turunan dari komoditas timah.

Operasional perusahaan MIND ID lainnya seperti ANTAM dan Inalum di Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Barat, dan Sumatra Utara juga berkontribusi pada pendapatan daerah. Di sejumlah kabupaten — seperti Halmahera Timur, Halmahera Tengah, dan Toba — kenaikan PAD tercermin dari meningkatnya pendapatan pajak air permukaan dan berbagai retribusi lokal.

Abra menambahkan, hilirisasi mineral strategis menjadi faktor penting yang dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah. Indef kini tengah melakukan kajian komprehensif untuk melihat efektivitas kebijakan hilirisasi yang sudah berjalan.

“Kami di Indef saat ini tengah melakukan kajian hilirisasi mineral strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang tinggi,” ujar Abra.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement