REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri menekankan urgensi revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Ia melihat kesenjangan antara produksi dan konsumsi energi semakin melebar sehingga memerlukan fondasi regulasi yang lebih kuat.
Menurut Simon, upaya mencapai swasembada energi harus ditempuh secara terukur, cepat, dan mengedepankan keselamatan. Ia menilai pertumbuhan konsumsi energi yang terus meningkat tidak diimbangi produksi yang stagnan, sementara para pelaku migas berupaya keras memperlambat natural decline di berbagai wilayah kerja.
“RUU Migas adalah solusi strategis yang tadi kami catat sebagai solusi yang bisa memberikan hasil terbaik, cepat, dan tentunya selamat,” kata Simon dalam RDP dengan Komisi XII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2025).
Pertamina menilai tekanan global menambah kompleksitas tantangan sektor migas. Penurunan harga minyak melemahkan margin dan profitabilitas, sedangkan investasi hulu mengalami tren penurunan. Kondisi tersebut memperbesar kebutuhan pendanaan untuk menjaga cadangan migas tetap tinggi. Simon menyebut tanpa dukungan regulasi yang memadai, daya tarik investasi berpotensi melemah dan ketahanan energi nasional dapat terancam.
RUU Migas dipandang sebagai instrumen strategis untuk memperkuat fondasi sektor energi. Simon menerangkan revisi aturan diharapkan dapat mendorong penambahan cadangan migas, memperkuat ketahanan energi, serta mendukung kemandirian nasional dalam pemenuhan kebutuhan energi. Ia menilai kebijakan yang tepat mampu memberikan efek pengganda bagi industri dan menegakkan kelembagaan hulu migas sesuai amanat konstitusi.
“Dengan demikian, RUU Migas tidak hanya sekadar merevisi aturan tetapi menjadi lokomotif transformasi energi nasional,” ujar Simon.
Pertamina menekankan sejumlah aspirasi dalam penyempurnaan beleid tersebut. Pertama, aspek kelembagaan hulu migas yang mengacu pada pertimbangan Mahkamah Konstitusi, termasuk penunjukan BUMN sebagai pemegang konsesi yang dapat bekerja sama dengan badan usaha. Kedua, penyusunan perencanaan hulu–hilir melalui RUMGN dan RUPMG sebagai dasar hukum investasi yang selaras dengan kebijakan energi nasional. Ketiga, kepastian fiskal dan perpajakan yang disesuaikan dengan keekonomian wilayah kerja, terutama untuk deep water, enhanced oil recovery, migas nonkonvensional, lapangan tua, inisiatif dekarbonisasi, serta implementasi konsep ring fencing.
Simon juga menyoroti pentingnya pembentukan petroleum fund yang dikelola BUK Migas untuk mendukung eksplorasi, pengembangan infrastruktur, dan program dekarbonisasi. Ia menilai pendekatan yang terukur akan membantu mengubah tantangan struktural menjadi peluang penguatan kedaulatan energi nasional.