REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto, mengomentari penempatan dana Pemerintah di Bank Indonesia (BI) sebesar Rp 200 triliun untuk lima bank umum. Kebijakan yang bertujuan mendorong pertumbuhan kredit ini, menurutnya, tidak cukup menjamin pertumbuhan ekonomi tanpa perbaikan sektor riil.
Eko menilai, Kementerian Keuangan melalui kebijakan fiskal dan BI melalui kebijakan moneter memang tengah berada di jalur pro-growth. Kebijakan fiskal ditempuh dengan menyuntikkan likuiditas ke sektor riil, sementara moneter dalam beberapa bulan terakhir cukup agresif menurunkan suku bunga untuk mendorong aktivitas ekonomi.
“Kebijakan fiskal dan moneter lagi pro-growth. Tetapi meskipun likuiditas ditambahkan melalui perbankan, harus ada kepastian bahwa dana itu benar-benar diserap sektor riil. Kalau tidak, ekonomi tidak akan tumbuh sesuai harapan,” kata Eko dalam diskusi Indef, beberapa waktu lalu.
Ia menekankan, pemerintah perlu memastikan persoalan-persoalan di sektor riil ditangani agar terjadi sinkronisasi kebijakan. “Kita harus pastikan problem sektor riil juga diatasi pemerintah supaya sesuai dengan kebijakan fiskal ini. Dana Rp 200 triliun ke bank umum harus dipastikan benar-benar dipakai untuk kredit, bukan membeli SBN,” ujarnya.
Eko menambahkan, masalah utama saat ini bukan semata likuiditas. Hal itu terlihat dari angka undisbursed loan atau fasilitas kredit yang belum ditarik nasabah masih tinggi, menandakan kredit disetujui tetapi tidak terserap. “Perbankan juga sedang putar otak mencari debitur, sementara di sisi lain tetap wajib membayar bunga DPK,” jelasnya.

Menurut dia, perbankan nasional mengelola dana lebih dari Rp 8.000 triliun, sehingga Rp 200 triliun relatif kecil dalam konteks total kredit. “Kalau diikuti reformasi sektor riil, entah deregulasi, pemberantasan premanisme, kredit murah, atau akses pasar lebih baik, efeknya akan terasa. Kalau tidak, ya sebatas memindahkan rekening ke rekening,” tegasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menetapkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 276 Tahun 2025 sebagai dasar penempatan Rp 200 triliun dana pemerintah di lima bank mitra, yakni Bank Mandiri, BRI, BNI, BTN, dan BSI.
Purbaya menilai langkah ini penting untuk mendukung pendalaman pasar keuangan sekaligus program pemerintah mendorong pertumbuhan ekonomi. Penempatan dilakukan dalam bentuk deposito on call konvensional/syariah dengan tenor enam bulan dan dapat diperpanjang.
Dana tersebut wajib digunakan untuk mendukung pertumbuhan sektor riil, dan tidak boleh dipakai membeli SBN. Bank mitra diwajibkan melaporkan penggunaan dana setiap bulan kepada Kemenkeu.