REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan indeks harga konsumen di Februari 2016 mengalami deflasi sebesar 0,09 persen. Inflasi tahun kalender 2016 sebesar 0,42 persen, sedangkan inflasi tahun ke tahun mencapai 4,42 persen.
Kepala BPS Suryamin mengatakan dua komponen yang memebrikan andil besar dari deflasi ini adalah bahan makanan dan tarif dasar listik. Untuk bahan makanan mengalami deflasi 0,58 persen.
Kelompok yang mengalami deflas paling tinggi adalah bumbu-bumbuan 3,47 persen. Bawang merah menjadi penyumbangkan deflasi paling tiggi dengan 0,08 persen, disusul daging ayam ras 0,05 persen.
"deflasi ini terjadi karena kelompok bumbu-bumbuan seperti bawang memiliki jumlah produksi yang cukup tinggi. Ayam ras juga memiliki jumlah banyak," kata Suryamin di kantornya, Selasa (1/2).
Sementara untuk kelompok peumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar mengalami deflasi sebesa 0,45 persen. Subkelompok yang mengalami deflasi yaitu bahan bakar, penerangan dan air menuru 2,4 persen.
Sedangkan subkelompok yang mengalami inflasi yaitu subkelompok baiya tempat tinggal 0,14 persen, perlegkapam rumah tangga 0,33 persen dan penyelenggaran rumah tangga 0,41 persen.
"Tarif listrik juga mengalami deflasi cukup tinggi mencapai 0,41 persen dan bahan bakar rumah tangga mencapai 0,01 persen," kata Suryamin.
Suryamin menambahkan, untuk inflasi komponen inti Februari 2016 sebesar 0,31 persen. Dengan demikian inflasi komponen inti tahun ke tahun mencapai sebesar 3,59 persen.
Sementara untuk komponen harga yang diatur pemerintah mengalami deflasi sebesar 0,76 persen. Salah satunya didapat dari penurunan tarif dasar listrik (TDL) pada bulan sebelumnya.
Deflasi juga ditunjang komponen harga yang bergejolak pada Februari 2016 mengalami deflasi sebesar 0,68 persen. "Tapi inflasi komponen bergejolak tahun ke tahun masih sangat tinggi mencapai 7,87 persen," kata Suryamin.